Pertama kali mendengar nama Pantai Coro, sebagai orang yang jijik sama serangga bernama coro itu, saya langsung bergidik.
“Ih, ada pantai kok namanya begitu sih?”
Coro dalam Bahasa Indonesia artinya kecoa. Jangan-jangan banyak kecoa yang berkeliaran di pantai itu?
Tapi begitu menginjakkan kaki di Pantai Coro Tulungagung, kesan menjijikkan itu langsung sirna. Ternyata tak ada seekor coro-pun yang tampak. Bahkan pantainya termasuk lumayan cantik dengan pasir putih yang terhampar di bibir pantainya.
Tapi memang, perjalanan menuju ke sana tidak gampang. Perjalanannya terhitung panjang. Ada beberapa destinasi yang harus dilewati lebih dulu. Pun jalan setapaknya masih alami. Artinya, jalannya masih terbuat dari tanah, belum terbuat dari aspal dan lumayan ekstrim.
***
Minggu pagi. Saya sudah sampai di Terminal Tulungagung. Di pinggir jalan raya, saya mencari informasi ke warga setempat tentang bagaimana cara mendapatkan kendaraan umum ke Pantai Indah Popoh.
Mereka bilang, biasanya banyak yang ngetem di pinggir jalan raya sini. Tapi memang, sekarang ini sudah semakin jarang kendaraan umum yang menuju ke sana.
Saya mencoba menunggu 5 menit… 10 menit… 15 menit… hingga setengah jam… tak ada satu pun yang muncul.
Tak ingin kehilangan banyak waktu akhirnya saya memutuskan untuk sewa kendaraan saja. Setelah cari dan deal sana-sini, saya akhirnya mendapatkan harga Rp 150.000,- PP. Artinya mengantar saya ke Pantai Indah Popoh dan kembali ke terminal setelah selesai.
Baca juga: Selingkuh dulu sebelum wisata ke Pantai Sembilan Gili Tenting
Sarapan sekaligus makan siang di Pantai Indah Popoh
Pantai Indah Popoh merupakan pintu atau akses masuk ke Pantai Coro. Siapapun yang ingin ke Pantai Coro, harus melewati Pantai Indah Popoh terlebih dulu.
Sementara perjalanan dari terminal sampai ke pantai ini butuh waktu sekitar 1 ½ jam. Selama dalam perjalanan, saya disuguhi pemandangan yang asri. Pegunungan, perkebunan, persawahan dan pepohonan. Semakin mendekat ke lokasi Pantai Popoh, pemandangan bukit karst semakin sering terlihat. Selain itu, di sepanjang jalan juga banyak rumah-rumah yang menjual bahan marmer.
Pantai Indah Popoh merupakan salah satu destinasi andalan masyarakat Tulungagung. Lokasinya secara administratrif berada di Desa Besole Kecamatan Besuki Kabupaten Tulungagung.
Kalau dari pusat kota jaraknya sekitar 30 km atau butuh waktu sekitar 1 jam dengan kendaraan pribadi. Kalau kendaraan umum mungkin bisa sampai 2-3 jam.
Keindahan pantainya terdiri dari 2 kawasan, yaitu: bagian imur dan bagian barat. Yang bagian timur, kondisinya agak terjal dan berbatu, sedangkan bagian yang timur relatif lebih aman dan ombaknya lumayan tenang. Banyak kapal-kapal nelayan yang sandar dan berjejer di Pantai Popoh bagian barat ini.
Dari Terminal Tulungagung sampai ke Pantai Indah Popoh ternyata butuh waktu 3 jam lebih. Sehingga sampai di lokasi pantai sudah agak siang. Sekitar pukul 11 siang lebih, Pantai Popoh cukup ramai saat itu.
Banyak wisatawan yang mengajak keluarganya datang ke pantai ini. Banyak penjual souvenir yang menawarkan dagangannya. Segala aneka penjual makanan diserbu pengunjung. Karena perut sejak dari tadi pagi belum keisi, saya melangkahkan kaki ke sebuah warung makan yang ada di pojok Pantai Popoh sebelah barat.
Banyak sekali aneka masakan laut yang disajikan di warung itu. Aneka jenis ikan, cumi, kepiting dan sebagainya. Saya memilih menu ikan kakap dengan sayur terong bulat. Ya ampun, lezat sekali. Apalagi sembari menikmati pemandangan Pantai Popoh dengan kapal nelayan beraneka warna yang sedang sandar di sekitar situ.
Wah, rasanya saat itu makanan itulah makan siang paling sempurna yang pernah saya nikmati. Hahaha…
Baca juga: 9 aktivitas seru yang bisa kamu lakukan di Telaga Sarangan
Melipir ke Pesanggarahan Retjo Sewu
Saya tak bisa berlama-lama menikmati keindahan Pantai Popoh. Jarum jam terus berdetak. Saya harus segera melanjutkan perjalanan menuju Pesanggarahan Retjo Sewu.
Pesanggarahan ini merupakan pintu kedua menuju Pantai Coro. Sesuai namanya tempat ini dipenuhi beragam jenis patung. Dari mulai kura-kura, gajah dan buto yang membawa pentungan yang jumlahnya paling banyak.
Konon patung-patung yang ada di sini jumlahnya seribu, sesuai dengan namanya. Karena Retjo itu berarti patung dan Sewu itu berarti seribu. Apakah benar jumlah patungnya seribu, saya tak ada niat untuk menghitungnya.
Jarak Pantai Indah Popoh ke Retjo Sewu sebenarnya tidak terlalu jauh. Tapi karena jalan ke sana agak menanjak, banyak yang lebih memilih naik ojek (jika tidak membawa kendaraan).
Entah karena alasan apa, saya memilih jalan kaki waktu itu. Butuh waktu sekitar 20 menit padahal. Mungkin karena alasan ingin bisa melihat lebih detil situasi sekitar. Mungkin juga karena sudah capek duduk terus di kendaraan selama hampir 3 jam tadi.
Tak banyak cerita yang saya dapat ketika berkunjung ke sini. Selain, konon almarhum pemilik pesanggahan ini dulunya seorang pengusaha rokok yang pernah sukses di jamannya. Namun mungkin karena persaingan yang semakin tajam dan pasokan bahan baku yang semakin sulit, akhirnya pabrik rokoknya tutup. Sekitar 15 menit saya berkutat di lokasi ini sambil menggali info dan mengambil gambar.
Saya berharap bisa menemukan cerita yang terkait dengan Candi Sewu yang berlokasi di Klaten. Tapi rupanya tak ada. Memang ada yang menceritakan kaitan tempat ini dengan Ratu Pantai Selatan dan Kerajaan Majapahit.
Namun kisahnya tak lengkap dan samar-samar.
Jalur Ekstrem Ke Pantai Coro
Turun dari Pesanggrahan Retjo Sewu saya segera mencari penunjuk arah menuju Pantai Coro. Meskipun dibuat dengan sederhana, penunjuk arah itu mudah ditemukan. Setelah membeli minuman mineral dan beberapa cemilan sebagai bekal, saya segera melangkahkan kaki menapaki jalan setapak.
Saya mengedarkan pandangan ke sekeliling. Ternyata lumayan rame juga. Banyak wisatawan yang punya niatan ke sana. Padahal perjalanan menuju Pantai Coro lumayan jauh dan trek yang menantang. Namun banyak keluarga yang mengajak anak-anak kecil, yang otomatis harus sering gendong-gendong mereka. Warbiyasak.
Selama perjalanan menuju ke Pantai Coro, ada beberapa mas-mas yang menawari naik motor trail. Gak mahal dan lebih cepat sampai. Begitu iming-iming mereka.
Tapi mengingat kontur tanah yang lembek dan habis hujan pula, saya menolak tawaran itu. Daripada jatuh terpelanting.
Saya memilih jalan kaki menapaki jalan yang masih alami. Jalan nya naik-turun. Sesekali kaki saya selip. Sesekali harus menyeberangi aliran sungai kecil. Entah berapa kilo panjang jalan yang harus dilewati. Yang pasti, butuh waktu sekitar 1 – 1.5 jam dengan jalan kaki.
Selama perjalanan, saya disuguhi pemandangan kebun jagung, pohon jati dan padang rumput yang luas. Kadang karena jalan setapak terlalu licin, beberapa orang memilih menerobos di tengah kebun. Waduh, kasihan yang punya kebun.
Perjalanan yang panjang, berliku dan jalur yang ekstrem akhirnya terlampaui. Cukup ngos-ngosan juga saya. Namun beratnya medan yang harus saya lewati tadi, rupanya sebanding dengan pemandangan indah yang ditawarkan Pantai Coro.
Sembari mengatur nafas, saya mencoba menikmati keindahan pantai yang ditawarkan di hadapan saya. Angin semilir bertiup sepoi-sepoi menggerakan daun di pohon-pohon yang berada di atas bukit di sekitar pantai. Pantai Coro memang seolah diapit oleh 2 bukit. Airnya biru kehijau-hijauan dan berpasir putih.
Sementara di depan pantai, terbentang pemandagangn pegunungan yang hijau. Cantik banget.
Semula saya tak ingin menceburkan diri ke air lautnya. Mengingat, kamar mandi bilasnya antri banget. Saya hanya ingin duduk-duduk menikmati keindahan pantai sambil menyeruput kopi dan jajanan yang banyak ditawarkan para pedagang di sepanjang bibir pantai. Tapi kok rasanya rugi banget ya, sudah jauh-jauh ke sini, capek-capek ke sini, tapi tak merasakan airnya Pantai Coro?
Akhirnya saya ganti baju, lalu bergabung dengan wisatawan lain yang sudah lebih dulu menceburkan dirinya ke laut. Byuurrrrr!! Sah. Sayapun basah oleh air laut Pantai Coro.
Baca juga: Menyapa Taman Nasional Baluran di musim penghujan
Tips berkunjung ke Pantai Coro
- Untuk mengirit waktu, sebaiknya pakai/sewa kendaraan pribadi dan lebih aman berkunjung pas musim kemarau
- Pakai baju/kaos yang nyaman dan menyerap keringat dengan baik, pakai sepatu OR atau sandal gunung
- Bawa minum sebanyak-banyaknya. Cemilan boleh uga.
- Bawa uang cash, karena tak ada ATM
- Pastikan tubuh dalam kondisi fit
***
Ini adalah cerita perjalanan saya saat ke Tulungagung beberapa tahun lalu. Beberapa informasi terkait lokasi dan harga adalah saat waktu kunjungan, mungkin saat ini sudah update dan tidak relevan lagi.