Sejarah adalah mata pelajaran favorit ketika saya masih sekolah dulu. Saya hampir tak pernah absen untuk mata pelajaran yang satu ini. Bahkan jika sudah jamnya tapi kok kelas masih kosong, tanpa menunggu semenitpun saya langsung mencari keberadaan si guru sejarah dan langsung memaksanya mengajar di kelas saya. Dan kisah kejayaan Majapahit yang keluar dari mulut guru sejarah itu, tak pernah terlewat secuilpun dari telinga saya. Hahaha… Itu masih belum cukup. Saat jam istirahat tiba, ketika anak-anak lain memilih untuk bermain, saya lebih suka menenggelamkan diri di perpustakaan sekolah membaca buku-buku yang berkaitan dengan Majapahit.
Majapahit adalah sebuah kerajaan besar yang menjadi cikal bakal berdirinya NKRI. Luas kekuasaanya membentang hampir di seluruh Asia Tenggara dewasa ini, termasuk diantaranya Malaysia, Brunai, Filipina hingga Kamboja. Dan Trowulan, posisinya sama dengan Jakarta sebagai ibukota Indonesia saat ini. Trowulan sebagai ibukota Majapahit adalah sebuah kota yang maju dan modern di jamannya. Sebagai bekas ibukota sebuah kerajaan besar, pasti menarik mengetahui langsung peninggalan bersejarahnya. Makanya, bisa mengunjungi Trowulan, jejak peninggalan Kerajaan Majapahit itu, sudah menjadi cita-cita saya sejak kecil.
Baca juga: Sumenep, kepingan puzzle kerajaan Majapahit yang terlupakan
Hari masih pagi ketika saya mengeluarkan si ‘Merah Maroon’ dari parkiran hotel yang berlokasi di pinggir jalan raya di sudut Kota Trowulan. Ketika rodanya mulai merangsek aspal jalanan, sinar mentari menyeruak di sela-sela udara dingin. Bolak-balik saya bertandang ke situs Google berusaha mencari informasi dan mengetikkan huruf-huruf tapi gagal melulu. Hhh… tampaknya memang koneksi internetku sulit diterima di sini. Soalnya sudah dari semalam saya mencoba, tapi sampai sekarang belum juga berhasil. Ya sudah, akhirnya saya putuskan untuk mengikuti ‘takdir’ saja. Maksudnya, saya pasrah kemana si ‘Merah Maroon’ akan membawa kami.
Selang beberapa saat, rupanya, ‘takdir’ membawa saya ke lokasi Candi Wringin Lawang.
Tanpa sengaja mata saya menangkap plang nama bertuliskan ‘Wringin Lawang’ yang terpasang di pinggir jalan propinsi Surabaya-Jombang. Candi ini tidak berada di pinggir jalan raya persis, sehingga untuk menemukan lokasi tepatnya, saya perlu bertanya ke warga setempat. Dari jalan raya, masih haru smasuk lagi sekitar 200 meter. Setelah berjalan kaki sebentar, sampailah saya di pos penjagaan. Untuk masuk ke situs ini, ternyata tidak gratis, kita dimintai sumbangan. Besarannya serelanya kita aja mau ngasih berapa.
Memasuki area di sekitar Candi Wringin Lawang, saya merasakan sensasi yang sulit digambarkan. Antara bahagia dan terkesima.
Di depan saya saat itu, berdiri bangunan sebuah candi yang merupakan salah satu peninggalan Kerajaan Majapahit. Tingginya sekitar 8x tinggi badan saya. Candi itu terlihat megah dan kokoh. Bentuk bangunannya semacam candi, tapi sebetulnya berupa gapura atau pintu gerbang. Secara arsitektur, orang menyebutnya candi bentar. Atau candi yang terbelah dua dan tanpa atap penutup. Atapnya menyerupai puncak gunung. Biasanya perlambang dari Gunung Mahameru yang diyakini sebagai tempat bersemayam para dewa. Sementara bagian tubuh candi terbuat dari batu bata merah. Polos tanpa hiasan atau ukiran apapun.
Jelaslah bahwa bangunan yang disebut Candi Wringin Lawang itu bukan difungsikan sebagai candi. Melainkan gapura atau pintu masuk. Karena kalau bangunan itu candi, biasanya berfungsi sebagai tempat berdoa atau tempat pemujaan. Kita tahu, ciri-ciri candi Majapahit itu antara lain: kaki candinya tinggi bertingkat dengan tubuh candi dibalut bingkai melingkar dan atap candi yang tinggi menyita atap candi. Sedangkan bangunan yang profran, yang sifatnya bukan religious, biasanya berbentuk gapura, pentirtaan/pemandian dan kolam.
Baca juga: Museum Trowulan dan Kolam Segaran
Bahan material pembuatan bangunan candi atau gapura Wringin Lawang ini terbuat dari batu bata merah, sementara di bagian anak tangganya terbuat dari batu. Jika dilihat dari sisi luar gapura terdapat gapura kecil yang menempel di bagian induk. Mungkin ini perlambang sesuatu. Ada makna yang ingin disampaikan di situ. Tapi entahlah. Jika dilihat dari jauh, Candi Wringin Lawang dikelilingi area taman yang sangat luas. Mungkin luasnya sekitar 1 hektar. Taman itu dipenuhi tanaman-tanaman kecil. Sementara di sebelah utara dan selatan candi, terdapat sisa struktur tembok batu bata yang sudah tidak utuh lagi. Kemungkinan tembok itu merupakan bagian dari tembok yang dulunya mengelilingi candi.
Saya membayangkan, situasi di sekitar Wringin Lawang saat itu. Pasti ramai dan sibuk sekali. Banyak orang yang bersliweran untuk berbagai kepentingan. Mungkin ada yang ingin bertemu petinggi Majapahit, mungkin juga sekedar ingin ke pasar. Dan mungkin banyak kendaraan (baca: kuda) dan kereta yang terparkir di sekitar gapura itu. Barangkali di dekat gapura itu banyak prajurit Majapahit yang berjaga-jaga sambil tetap waspada mengawasi keadaan sekitar. Kita tahu, para prajurit Majapahit terkenal dengan telik sandinya. Jika dirasa ada sesuatu yang mencurigakan, mereka akan mengirimkan informasi ke pasukan lainnya dengan cara yang unik.
Secara administrasi, Candi Wringin Lawang berlokasi di Dukuh Wringin lawang, Desa Jatipasar, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Provinsi Jawa Timur. Makanya, ada yang menyebut Wringin Lawang, ada juga sebagian yang menyebut (termasuk sejarahwan Raffless) sebagai Candi Jatipasar.
Para ahli meyakini kalau Wringin Lawang atau Jati Pasar ini berfungsi sebagai tempat penyambutan tam-tamu penting Kerajaan Majapahit. Beberapa ahli ada yang menyimpulkan bahwa Wringin Lawang dulunya merupakan pintu gerbang masuk pada sebuah kompleks kerajaan Majapahit. Sementara sebagian ahli lainnya menduga, bahwa Wringin Lawang itu dulunya merupakan gerbang pintu masuk ke kediaman Mahapatih Gajah Mada. Ada lagi yang menyimpulkan bahwa Gapura Wringin Lawang adalah gapura masuk ke Kerajaan Majapahit yang ada di sebelah utara Candi Wringin Lawang.
Entahlah mana yang benar. Karena memang masih banyak misteri yang belum terpecahkan di negeri Trowulan ini. Masih banyak teka-teki yang belum terjawab. Yang pasti, bangunan gapura atau candi Wringin Lawang ini merupakan salah satu peninggalan penting Kerajaan Majapahit yang wajib kita jaga dan pelihara keberadaannya.