Puri Anom Tabanan ternyata punya banyak hal yang menarik untuk dikunjungi.
Puri Anom Tabanan? Bali?
Sudah pernah wisata kesana?
Atau barangkali masih banyak yang belum kenal Puri Anom Tabanan? Atau jangan-jangan… Puri Anom Tabanan gak pernah masuk ke list destinasi wajibmu?
Lagian, apa sih menariknya Puri Anom Tabanan?
Iiisssh, kalian ini…
Ada banyak banget hal-hal menarik yang bisa kita dapatkan di bekas kerajaan peninggalan abad XIII. Bahkan, dengan melihat simbol-simbol yang terpasang di bangunan kompleks Puri Anom Tabanan, kita bisa paham bagaimana leluhur kita dahulu secara keren dan bijaksananya tetap mau menerima hadiah-hadiah pemberian dari kerajaan lain meskipun bertentangan dengan budaya dan nilai-nilai yang diyakininya.
Hey, hadiah apa sih yang diberikan dari kerajaan lain itu? Tertarik kan?
Kisah Berdirinya Kerajaan Puri Anom Tabanan
“Selamat datang di Puri Anom Tabanan, Kerajaan Majapahit pertama di Bali,” sambut Bli Arya Wiguna yang menjadi tour guide kami saat itu dengan ramah.
“Ingat ya Kerajaan Majapahit, bukan Kerajaan Bali,” imbuhnya.
“Lho memang ada bedanya, Bli?”
“Oh ada. Bedanya banyak. Puri Anom Tabanan dibangun dengan menggunakan arsitektur 100% murni Jawa. Salah satu perbedaan yang paling mudah kita lihat langsung ada pada pintu masuk (gapura). Kalau kerajaan-kerajaan Bali, umumnya kepala gapura (bagian ujung atas bangunan gapura) berbentuk runcing, tapi kalau Kerajaan Majapahit bentuknya rata.”
Baca tentang ekspansi Majapahit di Sumenep
Dan hubungannya antara Majapahit dengan Bali?
Baca juga: Trowulan, pusat pemerintahan Kerajaan Majapahit
Jadi, gini ceritanya…
Setelah Mahapatih Gajahmada bertekad ingin menyatukan nusantara dengan mengucapkan Sumpah Palapa, maka dimulailah perluasan kekuasaan wilayah Kerajaan Majapahit yang saat itu dipimpin Ratu Tribhuwana Tunggadewi. Dan Bali, menjadi wilayah pertama di luar Jawa yang berhasil ditahlukkan. Dampak dari kemenangan tersebut, salah satu panglima perangnya, Arya Kenceng, diberi mandat untuk memerintah Kerajaan Tabanan pada tahun 1343.
Hari demi hari berganti, bulan pun berganti, juga tahun, Kerajaan Tabanan dibagi-bagi wilayah dan kekuasaannya karena Arya Kenceng memiliki beberapa orang putra. Sampai kemudian, Raja yang ke-19, Ida I Gusti Ngurah Ngurah Agung Tabanan yang berkuasa pada tahun 1810–1843, memerintakan putra mahkota yang masih muda (Anom) mendirikan kerajaan sendiri. Hingga kemudian berdirilah Puri Anom Tabanan.
Makna dan Pesan yang Tersirat dari Simbol-simbol di Area Depan
Dari arah jalan raya masuk ke kompleks Puri Anom Tabanan, terdapat sebuah area yang disebut Bencingah. Di area ini tumbuh pohon beringin yang konon usianya sudah ratusan tahun. Saat berkunjung ke sana, mobil kami parkirkan di bawah pohon beringin tersebut. Di jaman kerajaan dulu, di sekitar tumbuhnya pohon beringin terdapat pasar dengan segala kegiatan jual-belinya.
Eh, pasar? Di depan kompleks kerajaan? Gak ribet tuh?
Enggak donk. Di jaman kendaraan belum ada dan kemana-mana naik kuda atau ditandu, justru keberadaan pasar yang berdekatan dengan kompleks kerajaan akan memudahkan para raja dalam memantau perekonomian masyarakat.
Di sekitar area Bencingah tadi, terdapat sebuah bangunan Bale Bengong, tempat dimana raja duduk-duduk sambil memantau kondisi pasar.
Di jaman dulu, dalam membangun sebuah kerajaan harus memenuhi syarat 3P, kepanjangan dari: Puri – Pura – Peken (pasar).
Puri adalah kerajaan, sebagai pusat pemerintahan. Pura sebagai pusat spiritual. Sedangkan Peken berperan sebagai pusat perekonomian rakyat. Ke-3 nya harus ada di satu kawasan. Dan pasti ada pohon beringinnya, sebagai simbol pengayoman terhadap masyarakat.
Coba perhatikan Ubud, yang paling sering dikunjungi. Di samping Ubud Palace (Puri), tak jauh di samping Ubud Market terdapat pohon beringin, dan di arah barat terdapat pula Pura.
Kalau divisualisasikan kira-kira kayak gimana ya?
Misal… Pagi-pagi raja berjalan menuju area terdepan kerajaan. Mungkin beliau hanya duduk-duduk di Bale Bengong sambil memantau pasar. Atau bisa juga sambil berjalan kaki ke arah pasar karena pengin langsung melihat kondisinya. “Wow, pasar rame nih! Berarti perekonomian rakyat bagus.” Kata Raja setelah melihat kondisi pasar. Atau respon sebaliknya. “Lho, kok pasar sepi? Waduh, ekonomi bisa defisit ini.”
Area berikutnya setelah Bencingah adalah Ancak Saji. Di jaman sekarang, mungkin bisa disamakan dengan ruang resepsionis atau lobby. Kalau misal ada yang ingin melapor, “Swastiastu, ijin melapor untuk bertemu dengan Yang Mulia. Desa kami sedang mengalami pagebluk, butuh bantuan Yang Mulia.” Maka respon dari penjaga gerbang atau resepsionis, kira-kira akan seperti ini: “Baiklah, silakan ditunggu sebentar. Kamu akan menyampaikan dulu ke Yang Mulia apakah bersedia menemui.”
Tergambar jelas donk ya?
Ancak Saji ditandai dengan dua pintu gerbang agung yang dinamakan Candi Bentar. Bentuknya terdiri dari dua bangunan kembar yang bersisian, sisi kanan dan sisi kiri. Biasanya banyak ukir-ukiran yang disematkan di tubuh bangunan pintu/candi tersebut. Serta diberi lubang-lubang agar bisa diletakkan sesajen dan canang di sana. Bentuk bangunan Candi Bentar yang tinggi menjulang itu diyakini untuk memudahkan dalam memperoleh rahmat dari Yang Maha Kuasa.
Terdapat 2 Candi Bentar, yang satu merupakan gerbang utama dimana gerbangnya menghadap langsung ke arah kompleks (menghadapap Utara) dan satunya lagi berada di sisi kanan kompleks Puri Anom Tabanan (menghadap Timur). Orang bisa masuk dari dan keluar melalui gerbang utama, tapi bisa juga masuk dari arah gerbang utama dan keluar melalui pintu sisi kanan bangunan kompleks. Tergantung tujuannya.
Tujuan? Apa nih maksudnya?
Di Bali ada 5 jenis upacara, yang antara lain:
- Dewa Yatne
- Pitre Yatne
- Manusia Yatne
- Resi/guru Yatne; dan
- Buto/bute Yatne.
Biasanya orang mengimajinasikan buto sebagai jin, roh, mahluk halus, dsb, padahal buto adalah sebutan lain untuk ketidaktahuan. Makanya berada di area ‘bawah.’
Nah, kalau kita datang ke Puri Anom Tabanan untuk tujuan upacara manusia yatne dan dewa yatne, maka kita boleh masuk dari pintu/gerbang utama dan keluar melalui pintu yang sama pula. Akan tetapi, kalau upacaranya adalah pitre yatne dan buta yatne maka kita boleh masuk dari pintu/gerbang utama, namun keluarnya wajib melalui pintu/gerbang samping. Mengingat pitre dan buto yatne membawa energi negatif, sehingga perlu dibuang melalui pintu samping.
Masih ada bangunan lagi di area Ancak Saji, yaitu Bale Ukir. Sebuah bangunan tradisional yang memang bagian depannya didominasi ukir-ukiran motif kuno yang menarik. Bahkan ada simbol Asta Dewata yang hanya bangunan puri/keraton saja yang dibolehkan memajang ukiran Asta Dewata tersebut. Sayang, bli Arya kurang mengeksplor penjelasannya di sini.
Kalau dulu, bangunan ini digunakan untuk menerima tamu yang akan menghadap raja, namun sekarang digunakan untuk upacara, foto pre-wedding, menerima tamu, latihan menari dan kegiatan lainnya.
Makna Simbol-simbol di Bale Kembar dan Tendakan
Setelah melewati Bencingah dan Ancak Saji, maka area berikutnya adalah Bale Kembar. Untuk masuk ke sana kita harus melewati pintu yang dinamakan Kori. Bentuknya seperti gapura/pintu yang ada atapnya, dilengkapi dengan tangga naik-turun, serta diapit oleh sepasang arca yang membawa senjata dan diselimuti kain kotak-kotak hitam putih khas Bali. Sebagai lambang keseimbangan. Karena memang orang Bali tidak mengejar kesempurnaan, melainkan keseimbangan.
Di dinding pintu kori itu terdapat sebuah lubang kecil yang disebut Sombah dan diyakini sebagai simbol keluar masuknya spirit. Umumnya, pintu kori gak terlalu lebar dan hanya cukup dilalui oleh satu orang. Tujuannya agar orang yang melewati pintu itu sudah menyatukan perbuatan, perkataan, dan pikiran hanya kepada Yang Maha Esa. Selain juga untuk melatih kesabaran memasuki ruangan secara satu persatu. Gak rebutan. Sehingga terlatih untuk tertib dan menjaga ketenangan.
Bale Kembar merupakan kawasan yang digunakan untuk menyelenggarakan upacara-upacara besar, utamanya Pitra Yadnya. Jika upacara kecil biasanya diselenggarakan di area Saren. Jadi misalkan ada pelingsir (tetua) yang meninggal, maka upacaranya diselenggarakan di Bale Kembar. Yang kanan diperuntukkan pria, yang kiri untuk wanita. Di seberang Bale Kembar juga terdapat Bale yang fungsinya untuk meletakkan banten/sesaji.
Tendakan adalah area berikutnya di kompleks Puri Anom Tabanan. Untuk memasuki kawasan tersebut kita harus melewati pintu/kori yang menghubungkan antara Bale Kembar dengan Tendakan. Berbeda dengan kori sebelumnya, Kori Agung Tendakan hanya boleh dilewati oleh anggota keluarga raja. Kita harus melewati pintu kecil yang ada di sebelah kori, namanya pintu bebetelan.
Tendakan merupakan tempat istirahat bagi tamu-tamu kerajaan yang dihormati. Atau kalau sekarang disebut guest house.
Jadi dulu, kalau misalnya Raja Gianyar berkunjung ke Puri Anom, beliau akan menginap di Bale Agung. Selain Bale Agung, masih terdapat beberapa bale lagi di kawasan itu, seperti misalnya Bale Mundar Manik yang digunakan untuk tempat istirahat para suci, dan lain sebagainya.
Area Tendakan ini merupakan batas area atau area terakhir yang sekarang masih boleh diakses oleh masyarakat. Area-area lainnya seperti Saren, Suci Ageng, Pekraman, dll, merupakan area pribadi yang perlu ijin khusus untuk bisa memasuki kawasan tersebut.
Bukti Kebesaran Hati Leluhur Bali Melalui Kompromi dengan Kebudayaan Luar
Ada yang menggelitik saya, ketika menyusuri sudut-sudut kompleks Puri Anom Tabanan dari mulai area Bencingah, Ancak Saji, Bale Kembar, Tendakan, Saren, Suci Ageng (pura), sampai Pekraman. Yaitu banyaknya piring-piring keramik Tiongkok yang dijadikan hiasan dan menempel di banyak bangunan dari area terdepan sampai yang paling belakang.
Usut punya usut, ternyata piring keramik tersebut adalah hadiah dari raja-raja Tiongkok.
Meski ditempel, namun keberadaan piring keramik itu tidak jelek namun justru menjadi sebuah karya seni yang indah.
Rupanya, inilah cara para seniman jaman dahulu menanggapi tantangan para raja Tabanan yang menginginkan budayanya tidak membolehkan menggunakan piring sebagai alat makan. Pamali pada jaman itu. Namun beliau juga tidak ingin para tamu dari kerajaan luar tidak sakit hati karena hadiahnya ditolak. Akhirnya piring keramik tersebut ditempel di dinding bangunan-bangunan yang ada.
Sungguh, ini bikin saya kagum, bahwa mereka bisa berkompromi dengan budaya luar dengan cara yang sangat manis dan cerdas. Karena dengan demikian, berarti mereka sudah bisa memahami bahwa perbedaan itu mutlak dan tidak dapat dilawan. Budaya apapun yang datang dari luar, diterima dengan baik, dikombinasikan dengan budayanya sendiri, tanpa menghinakan diri sendiri dan menghilangkan budaya sendiri.
Masih ada dua area lagi di Puri Anom Tabanan yang saya masuki, tapi mungkin area ini tidak mudah diakses oleh orang banyak, yaitu: Suci Agung dan Pekraman.
Suci Ageng merupakan tempat persembahyangan keluarga puri. Lalu Pakraman yang merupakan tempat tinggal dan tempat aktivitas sehari-hari keluarga puri.
***
Di perjalanan menuju ke area Pakraman, saya sempat menjumpai angka tahun yang menggunakan simbol/gambar.
Memang di Bali terdapat 2 cara untuk membaca angka tahun dari dibangunnya sebuah bangunan :
- Surya Sangkala (berupa simbol-simbol, atau gambar-gambar)
Contoh: gambar swastika= 1 (matahari, bumi, bulan juga 1) swastika merupakan lambang keseimbangan; gambar naga atau ular = 8; hewan berkaki 4 (anjing, macan, kuda)= 4; gajah = 7 karena dalam cerita ada gajah yang namanya sapta. - Candra Sangkala (berupa tulisan)
Di area Pakraman saya juga sempat menjumpai rumah kediaman sastrawan serba bisa yaitu Bapak Putu Wijaya yang punya nama lengkap I Gusti Ngurah Putu Wijaya.
Hampir 5 jam saya menghabiskan waktu untuk menyusuri sudut-sudut bersejarah dan menemukan makna dari simbol-simbol yang terpasang di setiap bangunan kompleks Puri Anom Tabanan. Jujur saja, rasanya masih belum puas. Masih banyak simbol dan filosofi yang ingin saya ketahui. Tapi Bli Arya saat itu sedang sibuk, jadi hanya bisa menemani sampai jam 1.30 WITA saja.
Apakah ada yang jadi tertarik memaknai simbol-simbol di sana dan lalu memasukkan Puri Anom Tabanan ke daftar list wajib? Aw, keren!
***
Lokasi Puri Anom Tabanan
Puri Anom Tabanan yang luasnya sekira 2,5 hektar ini berlokasi di jantung Kota Tabanan, tepatnya di Jalan Gunung Agung no.5, Dajan Peken, Kecamatan Tabanan, Kabupaten Tabanan, Bali.
Tips Mengunjungi Puri Anom
- Untuk eksplor yang lebih banyak, perlu waktu dari pagi hingga sore.
- Bawa selendang/jarik.
- Gunakan tour guide/story teller. Berikan tips jangan lupa.
- Bagi yang wanita, pastikan tidak sedang dalam kondisi haid.
- Datanglah bersama teman/group.
- Lebih asyik, kalau ke sini pas ada event.