Makna Filosofis 14 Motif Tenun dari Nusa Tenggara

Seperti halnya puisi yang sarat makna, tiap lembaran kain tenun pun berusaha menyampaikan suatu kisah, nilai-nilai, atau makna filosofis kepada dunia luas. Dan kisah masing-masing tenun itu, tidak akan pernah sama antara yang satu dengan yang lainnya.

Hampir di setiap pelosok bumi nusantara ini menghasilkan kain tenun yang indah dengan beragam makna di dalamnya. Dari mulai Jawa, Sumatera, Maluku, Papua, Kalimantan dan seterusnya.

Pekerjaan menenun merupakan seni kerajinan tangan turun-temurun yang diwariskan oleh nenek moyang. Keragaman suku, etnis, budaya, adat, keyakinan yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, turut memperkaya khasanah ragam motif kain tenun di Indonesia.

Joseph Fisher, seorang pengamat tekstil dunia menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara penghasil seni tenun yang paling kaya dan canggih yang pernah ada di dunia.

Umumnya, motif tenun berupa benda hidup naturalistis seperti manusia, hewan dan tumbuhan yang ada di sekitar para penenun.

Motif manusia digambarkan melalui sosok tubuh dan anggota tubuh dan biasanya diwujudkan secara utuh. Motif hewan dilukiskan dengan dua cara, baik secara utuh maupun hanya anggota badan saja (bagian ekornya, sayap atau kepala). Sedangkan ragam hias atau corak tenun, biasanya berupa tangkai kembang, suluran, belah ketupat, ujung tombak, tanda silang, titik-titik, persegi empat, dll.

Bagi saya yang awam, memahami masing-masing motif dan ragam hias tenun, bukanlah pekerjaan mudah.

Terkadang, saking rumit dan abstraknya, saya sampai perlu memicingkan mata dan mengerutkan kening untuk bisa memahami motif dan ragam hias kain tenun. Apalagi memahami pesan atau maknanya.

Namun di luar hal tersebut, melihat beragam warna, motif dan rajutan benang yang membentuk garis, titik-titik, lengkungan, segi empat, dan lainnya, di dalam sehelai kain tenun, sanggup mempesona dan mencuri hati saya.

Sungguh luar biasa!

Sayangnya, sekarang ini banyak motif dan corak kain tenun (khususnya yang klasik) yang sudah mulai langka atau malah sudah punah.

Penyebabnya bermacam-macam.

Bisa jadi karena larangan dari suatu agama, larangan dari suatu adat tertentu, karena tingkat kesulitan yang tinggi dalam pengerjaan, atau bisa juga karena faktor ekonomis.

Misalnya, kita tidak akan lagi bisa menemukan kain tenun dengan motif atau corak hewan dari suku-suku yang mayoritas memeluk agama Islam, kita juga kesulitan menemukan motif kain tenun yang hanya boleh dipakai oleh kalangan bangsawan dari suku tertentu, atau sulit juga menemukan motif kain tenun yang pengerjaannya sulit sementara tidak terlalu diminati oleh pasar.

Peminat dan pembeli kain tenun, kebanyakan dari wisatawan mancanegara yang tidak terlalu paham dengan motif-motif yang njlimet bin rumit. Mereka hanya familiar dengan motif-motif yang sederhana. Seperti motif rumah adat, misalnya. Sehingga, kain tenun bermotif rumah adatlah yang kemudian lebih banyak diproduksi oleh para perajin tenun. Sementara, model atau motif tenun klasik kemudian ditinggalkan.

Selain itu, pengerjaan dan pembuatan kain tenun yang rumit, membutuhkan ketekunan dan kesabaran ekstra tinggi. Hal inilah yang membuat anak-anak muda penerus generasi mereka tak lagi tertarik untuk mendalami kain tenun.

 

Motif Kain Tenun dari Flores

Flores memiliki banyak sentra penghasil kain tenun, yang antara lain: Maumere, Sikka, Ende, Manggarai, Ngada, dan lain sebagainya. Setiap daerah atau etnis memiliki ragam motif, corak dan preferensi warna yang berbeda-beda dalam membuat kain tenun.

Ibu pengrajin tenun di Desa Sikka Maumere
Ibu pengrajin tenun di Desa Sikka Maumere

Kain tenun khas daerah Sikka misalnya, biasanya selalu menggunakan warna gelap seperti hitam, coklat, biru, dan biru-hitam. Untuk motifnya, cenderung menggunakan benda dan mahluk hidup yang berkaitan dengan laut. Seperti misalnya, figur nelayan, sampan, penyu, udang, atau kepiting. Wajar, karena nenek moyang mereka dahulu termasuk pelaut ulung dan tangguh.

Baca cerita perjalanan saya: Berburu Kain Tenun Maumere di Desa Sikka

Sementara, di Ende lebih banyak menggunakan warna cokelat dan merah serta memadukannya dengan ragam hias motif bergaya Eropa. Hal ini karena letak strategis Ende di pesisir selatan Flores yang memungkinkan orang-orang Ende zaman dahulu mudah berhubungan dengan bangsa pendatang, seperti orang Eropa. Ciri khas lain motif kain tenun Ende adalah penggunaan hanya satu jenis motif pada bidang di tengah-tengah kain.

  1. Jarang Atabilang dari Maumere

    Ketika pertama kali saya dikasih tahu oleh mama penenun bahwa motif kain tenun ini dinamakan Jarang Atabilang, saya sempat ragu dan memicingkan mata sekian lama mengamati detil motifnya. Jarang Atabilang, seharusnya memiliki motif kuda dan manusia, dimana manusia mengendarai atau berdiri di samping kuda hendak menaikinya. Tapi saat saya perhatikan, motif kainnya cenderung berbentuk ayam dan anak ayam yang diapit manusia. Tapi setelah membaca beberapa literatur, memang seperti itulah motif Jarang Atabilang. Motif kain ini melambangkan kuda sebagai kendaraan arwah menuju alam baka menjadi penanda bahwa manusia dewasa dan yang masih di bawah umur tidak akan pernah terlepas dari kematian. Meski begitu, umat manusia tidak akan punah secara mutlak. Akan tetap muncul kehidupan baru setelah kehidupan lama berakhir.

  2. Jara Nggaja dari Ende

    Motif kain tenun ini berupa hewan gajah dan kuda yang posisinya selang-seling. Gajah, merepresentasikan kendaraan dewa yang bersiap memberikan pengadilan. Sedangkan kuda, melambangkan kendaraan menuju ke alam baka. Yang perlu diperhatikan adalah cara memakai kain tenun ini, yaitu harus searah dengan motif Jara Nggaja yang berdiri, jangan sampai terbalik motif kaki dari Jara Nggaja arahnya keatas. Jika sampai lalai memakai terbalik kepala ke arah atas, maka pemakainya akan ditimpa kematian.

  3. Jara dari Desa Bena

    Kota Bajawa merupakan kota terdekat Desa Bena, sehingga motif-motif kain tenunnya tak beda jauh. Bahkan, kain tenun asal Desa Bena dinamakan Bajawa. Motif utamanya Jara (kuda), selain gajah.

    Selain itu, Desa Bena juga berlokasi di Kabupaten Ngada. Sehingga corak dan warnanya hampir sama dengan ciri khas Ngada. Warna-warnanya cenderung terang, karena seperti yang kita ketahui, kain tenun ikat khas Ngada cenderung menggunakan warna-warna seperti hijau, merah, putih, atau kuning.

    Sedangkan corak kain tenun Desa Bena, geometris berupa titik dan garis-garis panjang melengkung mirip Gunung Inerie. Sebuah gunung yang lokasinya sangat dekat dengan warga Desa Bena. Motif dan ragam hias kain tenun di desa ini, merupakan simbol bahwa manusia mengalami gelombang kehidupan.

  4. Bintang Kejora dari Maumere

    Motif Bintang Kejora berbentuk bintang berganda tiga yang melambangkan unit keluarga yang terdiri dari suami, istri dan anak. Persegi empat dengan isian belah ketupat kompleks melambangkan pertanda pencegah malapetaka. Sehingga, motif Bintang Kejora ini diyakini, pemakainya bisa mendapatkan penerangan atau petunjuk dan sekaligus kain itu digunakan sebagai media penolak malapetaka.

    Konon, dulunya motif ini merupakan motif khas yang khusus diperuntukkan bagi putri-putri Kerajaan Sikka. Dan sekarang-sekarang ini, motif Bintang Kejora atau sering juga disebut Mawarani inilah yang paling banyak diminati para perempuan dari berbagai negara.

    Kain Tenun Desa Sikka Maumere
    Kedua dari kiri adalah motif tenun Bintang Kejora dari Maumere
  5. Kelimara dari Nggela

    Kelimara memiliki motif berupa gunung yang menjulang tinggi. Ada juga berbentuk gunung kecil bagian tengah motif dan bagian atasnya berbentuk seperti rumah adat.

    Gunung diyakini bisa memberi kehidupan kepada umat manusia atas cinta kasih Yang Maha Penyayang.

    Biasanya, kain motif ini digunakan sebagai sarung pengantin perempuan dan juga digunakan oleh ibu-ibu pada saat upacara adat.

  6. Motif Lawo Butu

    Motif Lawo Butu ini termasuk motif kain tenun yang sudah punah, karena sulit dalam pengerjaannya. Motif ini digambarkan berupa perahu (sampan), kuda, gurita dan manusia serta ragam hias yang kompleks. Biasanya kain tenun dengan motif Lawo Butu dikenakan dalam upacara adat dan ritual meminta hujan.

 

Motif Kain Tenun Sumba, NTT

Bagi masyarakat Sumba, kain tenun memiliki multi fungsi. Kain tenun dapat berfungsi sebagai alat tukar, hadiah, mas kawin, harta benda, membungkus bayi yang baru lahir maupun membungkus jenazah.

Marie Jeanne Adams penulis buku ‘Decorative Arts of Sumba’ mengemukakan, bahwa secara umum, motif dan ragam hias kain tenun Sumba cenderung berukuran besar-besar. Meskipun begitu, terdapat perbedaan motif yang cukup signifikan pada kain tenun Sumba Barat dan Sumba Timur.

Kain tenun Sumba Timur mencerminkan kemeriahan, kaya dan beragam dengan ornamen dekoratif margasatwa yang tampak realistis. Sedangkan kain tenun Sumba Barat mencerminkan kesederhanaan yang dihiasi dengan garis-garis halus indigo. Permukaannya polos tanpa ornamen, hanya di bagian bawah dan atas terdapat hiasan simetris atau figur hewan.

Di Sumba Timur, sentra kain tenun diantaranya terdapat di Waingapu, Kanatang, Kambera, Rindi. Sementara di Sumba Barat, sentra tenun antara lain terdapat di Kodi, Waikabubak, Wanokaka dan Lamboya.

Berikut beberapa motif kain tenun dari Sumba:

  1. Motif Kaliuda

    Kaliuda sebenarnya nama sebuah desa adat di selatan Waingapu, Sumba Timur. Kualitas tenunan Kali Uda dianggap tertinggi di Sumba, karena lentur, tidak luntur, ringan, dan bisa dijadikan pakaian.

    Warna dasar tenun Kali Uda adalah merah, putih, dan hitam. Ragam motif biasanya ayam, burung, kuda, kerbau, sapi, kupu-kupu, serta mamuli (perhiasan berbentuk rahim perempuan).

    Motif Kali Uda yang ini merpakan kombinasi antara kuda dan ayam. Motif kuda melambangkan kebanggaan, kekuatan dan keberanian. Sedangkan figur ayam pada motif kain tenun, melambangkan kehidupan wanita ketika berumah tangga.

    Kain tenun dengan motif ini digunakan sebaga mahar kawin yang bernilai tinggi di kalangan warga Sumba, selain juga diminati turis asing.

  2. Motif Andungu

    Motif Andungu atau pohon tengkorak ini merupakan motif yang khas pada kain tenun ikat Sumba Timur. Pohon tersebut merupakan lambang pohon lontar di halaman rumah raja-raja, pohon di mana mereka menggantung tengkorak musuh atau penjahat.

  3. Motif Kurangu

    Motif Kurangu (udang) hampir selalu menghiasi semua kain tenun Sumba. Udang memang makanan favorit para raja-raja Sumba terdahulu.

    Secara biologis, udang dikenal memiliki kulit luar yang keras, dan mengganti kulitnya yang tua dengan kulit yang muda setelah melewati periode tertentu. Perilaku biologis ini melambangkan kehidupan manusia yang juga mengalami peralihan dari satu tingkat kehidupan ke tingkat kehidupan lainnya.

    Dengan kata lain, motif Kurangu yang biasanya dikenakan oleh para raja dan bangsawan ini, mengandung makna simbolik, bahwa hidup itu akan terus berlangsung karena di balik kematian tetap ada kehidupan.

  4. Motif Mamuli

    Mamuli adalah perhiasan anting-anting khas Sumba yang berbentuk omega yang menyerupai rahim atau kelamin perempuan. Tak salah kalau kemudian motif mamuli ini melambangkan kesuburan yang dimaksudkan untuk menghormati perempuan.

    Kain tenun dengan motif mamuli ini, biasanya diberikan calon mempelai laki-laki kepada pengantin perempuan.

 

Motif Kain Tenun Lombok NTB

Lombok juga memiliki banyak sentra tenun, diantaranya: Desa Sade, Desa Sukarara, Pringgasela dan Desa Adat Bayan di kaki gunung Rinjani.

Masing-masing juga memiliki motif dan corak yang berbeda. Motif dan ragam hias kain tenun Desa Sukarara terlihat lebih kompleks dan kaya ragam dibanding Desa Sade. Berikut beberapa diantaranya:

  1. Motif Keker

    Motif Keker merupakan motif klasik yang berasal dari Lombok, khususnya Desa Sukarare. Motifnya berupa hewan merak berhadap-hadapan yang bernaung di bawah pohon.

    Motif Keker ini, melambangkan kebahagiaan dan kedamaian dalam memadu kasih di bawah pohon. Biasanya, motif kain tenun ini digunakan untuk pergi ke pesta.

  2. Motif Tokek

    Ketika saya mampir ke sebuah toko kain di Desa Sukarara, saya sempat heran. Kenapa di atas pintu masuk toko kain itu terpasang ornament tokek di sisi kiri dan kanannya?

    Lalu, si pemilik toko itu menjelaskan, bahwa tokek diyakini sebagai hewan keberuntungan bagi suku Sasak di Lombok. Jadi kain tenun yang bermotif figur tokek, diyakini akan memberi keberuntungan bagi pemakainya.

 

Motif Kain Tenun dari Bima, NTB

Sejak dulu kala, hasil kerajinan seni tenun Bima telah menjadi komoditi ekspor ke negara-negara tetangga, termasuk China dan India. Sentra kain tenun di Bima juga tersebar di berbagai wilayah, seperti misalnya: Raba Kota, Rasane Barat, Belo dan Palibelo.

Motif dan ragam hias yang dimiliki Bima tidak terlalu beragam, mengingat simbol dan gambar yang dijadikan motif tenun, berpedoman pada nilai dan norma adat yang Islami. Kita tahu, Kerajaan Dompu (Bima), merupakan kerajaan islam tersohor di bagian timur Nusantara, sehingga para penenun tidak boleh atau dilarang untuk memilih gambar manusia dan hewan sebagai motif pada tenunannya.

Umumnya, ragam hias kain tenun Bima memakai motif bunga atau geometris (jajaran genjang dan segitiga). Setiap unsur warna yang disematkan dalam sehelai kain tenun Bima, memiliki makna atau simbol tertentu. Seperti misalnya, warna biru simbol kedamaian dan keteguhan hati. Warna kuning bermakna kejayaan dan kebesaran. Warna hijau melambangkan kesuburan dan kemakmuran, dst.

  1. Motif Bunga Samobo

    Saya membeli kain tenun motif ini di Pusat Kerajinan Tenun Raba Dompu, Bima. Bunga Samobo atau Bunga Sekuntum melambangkan bahwa manusia adalah mahluk sosial yang bisa memberikan manfaat bagi orang lain, selain bagi dirinya sendiri. Laksana sekuntum bunga yang bisa memberikan aroma harum bagi lingkungannya.

    Sedangkan warna ungu dan hitam yang memenuhi kain tenun ini, melambangkan kesabaran dan ketabahan. Cocok banget untuk saya yang penyabar dan penuh ketabahan 😀

  2. Motif Nggusu Tolu atau Pado Tolu

    Motif kain tenun Nggosu Telu atau Pado Tolu ini berupa bentuk segitiga atau puncak kerucut yang lancip. Bentuk ini mengandung makna bahwa kekuasaan tertinggi di tangan Allah. Sedangkan warna merah yang mendominasi kain tenun ini mengandung nilai keberanian.

Akhirnya, genap sudah saya sajikan 14 motif kain tenun dari Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur yang tersebar di beberapa tempat.

Semoga, suatu saat nanti para penenun di seluruh Indonesia difasilitasi pemerintah dan dunia perbankan agar mampu menjadi pelaku-pelaku industri dan perajin kecil-menengah, sehingga mereka mampu menghidupi keluarganya dari profesi mulia ini.

Bagaimanapun, kain tenun, sebagaimana kain batik, juga merupakan salah satu kekuatan devisa bangsa serta sumber daya potensial untuk dikembangkan ke mancanegara sebagai sebuah identitas bangsa akan kekayaan budaya yang dimiliki Indonesia.

 

***
Artikel ini pertama kali diterbitkan pada tanggal 14 Februari 2015 dalam rangka #PostingBareng bersama teman-teman dari komunitas Travel Blogger Indonesia.
Melalui artikel ini, saya ingin menunjukkan kasih sayang kepada mereka, para perempuan-perempuan penenun luar biasa yang dengan cara luar biasa pula mengabadikan setiap motif-motif kain tenun yang sudah pernah mereka buat.
Namun, tak seluruh wilayah nusantara, karena kebetulan saya baru sempat mampir ke Lombok (NTB), Bima (NTB), Sumba (NTT), dan Flores (NTT) saja, dan itu pun masih belum semua. Semoga saja ada waktu, dan sponsorship kesempatan agar saya bisa melanjutkan perjalanan menyusuri daerah-daerah penghasil tenun di seluruh Indonesia.

Intermezzo

Pasar Rakyat Lasem

Sebuah inisiatif dari Kesengsem Lasem dan Pokdarwis setempat berupa ruang daring untuk bantu entrepreneur lokal hadapi krisis pandemi. Sekarang bisa belanja kain batik Lasem langsung dari sentra.