Menyebut nama Lakey Beach, yang suka surfing pasti langsung paham. Bahkan para peselancar itu menjadikannya sebagai salah pantai idola. Kalau ditanya, ‘Kok bisa sih kamu ngidolain pantai itu?’ Sudah pasti para peselancar itu akan membeberkan banyak alasan. Yang pertama, mungkin mereka akan menjawab karena ombaknya unik banget.
Uniknya dimana? Kalau biasanya ombak-ombak di pantai lain sapuannya ke arah kanan, maka ombak di Lakey Beach ini sapuannya ke arah kiri. Itu sebabnya banyak yang menyebut pantai yang berlokasi di Desa Hu’u, Dompu, NTB ini, memiliki ombak kidal. Ombak kidal ini banyak diburu para peselancar handal, karena medannya berat sehingga butuh keahlian tersendiri. Dan beruntunglah saya, meskipun tanpa rencana saya bisa mencicip sedikit keunikan ombaknya.
Sebenarnya sudah sejak lama para peselancar dunia mengenal Lakey Beach. Tidak hanya baru setahun dua tahun saja. Bahkan menurut salah satu pemiliki hotel yang berada di sekitar pantai itu, Lakey Beach mulai ramai sejak tahun 1994. Usut punya usut ternyata ada salah satu jenis ombaknya ada yang memiliki magnet dan berhasil memikat para peselancar dunia.
Memang, di Lakey Beach tersedia 4 jenis ombak yang keren-keren, yang antara lain: Cobble Stones, Periscope, Lakey Pipe dan Lakey Peak. Dan jenis ombak yang terakhir inilah, yang disebut-sebut sebagai ombak yang paling keren dan sangat menantang adrenaline para peselancar. Karena, ketika ombak Lakey Peak ini pas datang, mereka akan disuguhi tantangan ombak dari arah kiri dan kanan sekaligus. Yang bagian kiri membentuk terowongan panjang, sementara yang bagian kanan membentuk gulungan-gulungan ombak yang sempurna untuk berselancar. Keren ya?
Lalu apakah saya datang ke Lakey Beach karena pengin berselancar dan menjajal ombak Lakey Peak? Waduh, boro-boro surfing. Megang papan selancar yang bener saja saya gak paham. So? Sebenarnya saya datang ke Pantai Lakey ini gak sengaja. Saat itu saya sedang manyun dan sedikit kecewa. Pulang dari Desa Adat Mbawa, Dompu (internal link insert), sebenarnya kami sudah merencanakan untuk mengunjungi sebuah air terjun. Air terjun ini sangat indah saya lihat di internet.
Makanya biarpun jalan menuju ke air tejun itu cukup sulit. Jalannya becek dan licin. Sehingga saya terpaksa jalan kaki jauh sekali mengingat mobil tidak bisa masuk ke area ini. Sempet ketemu biawak dan ular pula. Dalam hati menyemangati diri sendiri. Gak pa-pa lah ya bersusah-susah dulu asal nantinya bisa melihat pemandangan air terjun yang indah? Begitu. Tapi ternyata setelah sampai di lokasi air terjun itu, bayangan keindahan itu tidak mewujud nyata. Yang ada hanyalah batu-batu besar dengan air yang mengalir kecil seperti air pancuran. Haduh, judulnya tertipu deh.
Di tengah-tengah perjalanan dari Dompu menuju ke Bima, tiba-tiba salah seorang dari kami berteriak, “Eh ada pantai deh kayaknya. Lakey Beach. Kok kayak nama pantai di Bali ya? Apa jangan-jangan sodaraan?” Saya abaikan pertanyaan dia yang panjang itu. Lagian mana bisa pantai bersaudara yekan? Tapi… Ya Tuhan! Pantai! Pantai gaes!
Masak pantai mau dilewatin gitu aja? Yakin? Belok dulu lah. Mampir-mampir. Siapa tahu bisa mengurangi ke-BT-an kita yang tertipu air terjun! Siapa tahu pantainya kece! Please… kira-kira seperti itulah rengek saya ke temen rombongan. Akhirnya semuanya sepakat untuk mampir dulu ke pantai yang di depan gapuranya terpasang patung lambang cowok gondrong yang sedang menaiki papan selancar.
Jarak dari jalan raya ke Lakey Beach kira-kira 200 meter. Setelah mobil parkir, kami berjalan kaki menuju pantai melewati beberapa hotel dan penginapan. Dari pengamatan saya, mereka yang menginap di sini rata-rata bule. Entah bule mana. Kata salah seorang penjaga, kebanyakan wisatawan manca itu berasal dari Australia dan Amerika.
Mereka para wisatawan itu biasanya stay lama. Bahkan ada yang sampai 3 bulan, jelas si penjaga itu. Memang tidak setiap saat mereka surfing, karena ketika saya lewat ada yang tengah bermain volley dan beberapa lainya tengah bermain ping-pong. Selain teriakan mereka yang tengah berolah raga, tak ada suara-suara lain yang terdengar. Jadi bisa dibilang, suasana di sekitar Lakey Beach ini terhitung sepi. Hanya debur ombak dan suara angin yang kencang terdengar dari kejauhan.
Sudah beberapa kali Lakey Beach menggelar event lomba surfing baik tingkat nasional maupun internasional. Beberapa peselancar dari Inggris, Kanada, Autralia, Amerika Serikat, dll, pernah mengikuti lomba surfing di sini. Dan beberapa surfer andalan nasional ada yang lahir dari wilayah sekitar sini. Lalu, apakah saya sempat menjajal surfing?
Tentu saja tidak. Selain memang awalnya gak ada rencana dan persiapan ke Lakey Beach sini, saya memang juga belum bisa dan berlum berminat berselancar. Prosentase keinginan untuk bisa dan trampil berselancar masih kecil porsinya dibanding dengan ketakutan saya ditolak papan selancar. Hahaha…. Sehingga yang bisa saya lakukan di sini hanyalah mencicipi keindahan pantai, keunikan ombaknya dan anginnya yang kenceng sedikit sepoi-sepoi memabokan.
Meskipun Lakey Beach menjadi idola para peselancar, namun bukan berarti pantai ini tidak ramah bagi wisatawan biasa. Memang ketinggian ombaknya bisa mencapai 10 meter, namun faktanya gulungan ombak yang besar tadi hanya terjadi di tengah laut. Sedangkan bagian pinggirnya cukup landai dan tenang sehingga aman untuk bermain-main di tepi pantai. Dan itulah yang saya dan teman-teman lakukan selama berada di Lakey Beach. Hanya sekedar kecipak-kecipik di pinggir pantai sembari sesekali menendang ombak-ombak kecil yang menghampiri kami.
Lelah mencicip keseruan ombaknya, saya duduk-duduk di tepian pantai. Ada seekor anjing yang duduk manis di depan saya. Saya perhatikan, pantai ini dikelilingi oleh bukit-bukit dengan bebatuan yang berwarna hitam. Garis pantainya cukup panjang. Warna lautnya hijau kebiru-biruan. Sangat mempesona. Pasirnya putih halus. Anginnya lumayan kencang. Suasananya lumayan tenang dan kondisi kebersihan cukup terjaga. Memang ada daun-daun kering berserakan yang kalau dari jauh terkesan kotor. Tapi itu kan alami, jadi gak terlalu masalah. Lokasi pantai ini berhadapan langsung dengan laut selatan. Sehingga cocok juga melakukan kegiatan mancing di sini, karena berarti kan di sekitar lokasi pantai ini kaya ikan bukan?
Tak terasa sudah jam 5 sore. Sudah sekitar 2 jam kami mencicip keindahan dan keunikan Pantai Lakey ini. Sebenarnya ingin menunggu sunset, mengingat kabarnya di pantai ini memiliki 2 fenomena sunrise dan sunset sekaligus. Eh kok jadi mengingatkan saya sama Takabonerate (internal link, insert) ya? Bisa melihat sunrise dan sunset di satu lokasi. Tertarik, tapi apa daya waktu kami terbatas. Ada beberapa rencana yang harus kami penuhi. Termasuk, mengambil madu aseli Sumbawa yang sudah kami pesan sebelumnya. Gak enak kalau sampai kemalaman. Soalnya di rumah warga. Meskipun ternyata nantinya, sampai di tempat penjualan madu itu hari sudah malam sekali.
Kalau memang ada yang tertarik ikut mencicip keunikan ombak di Lakey Beach, datanglah di bulan April hingga Oktober. Inilah saat-saat ombak sedang bagus-bagusnya. Tapi kalau ingin datang pas lagi puncak-puncaknya, datanglah di bulan April-Mei. Biasanya banyak event (termasuk lomba surfing) yang diadakan di sini.
Nah buat yang pengejar sunrise-sunset, sempatkan menginap di sini biar dapat foto-foto yang cantik. Jangan kuatir, fasilitasnya sudah lumayan lengkap. Sudah ada penginapan, ada restoran, ada toilet, dan fasilitas lainnya. Jarak perjalanannya, kalau dari Dompu sekitar ½ jam, sementara kalau dari Bima sekitar 2 jam. Memang tersedia angkutan umum dari Terminal Ginte Dompu untuk sampai ke pantai ini, namun sebaiknya sewa mobil saja untuk amannya. Soalnya kalau dihitung-hitung, jatuhnya sama saja.