The earth laughs in flowers (Ralph Waldo Emerson)
Flower (bunga) punya banyak peran dalam kehidupan manusia, mulai dari ia lahir sampai menutup mata. Ketika seorang bayi baru saja lahir, kita bisa mengirimkan bunga Stargazer Lilies, Freesia, Ruscus atau bunga Anggrek. Karangan bunga sebagai ucapan selamat juga akan dikirimkan ke seseorang yang baru saja lulus kuliah atau baru saja menduduki posisi atau jabatan tertentu. Karangan bunga sebagai tanda bela sungkawa juga akan dikirimkan kepada seseorang yang baru saja meninggal dunia. Sedangkan beberapa bunga seperti melati, kantil, kenanga, akan selalu ada di dalam prosesi adat pernikahan Jawa. Bunga-bunga itu memiliki simbol tertentu dan sarat dengan filosofi.
Secara umum, kata flower (bunga) itu sendiri sebenarnya mempunyai konotasi yang positif. Bunga selalu dikonotasikan dengan sesuatu yang menyenangkan, membahagiakan, memperlihatkan rasa hormat dan penuh rasa cinta. Para penulis seringkali menggambarkan suasana dengan bunga, baik yang fiktif maupun yang fakta. Misalnya, cuplikan kalimat yang ditulis Victor Hugo dalam Les Miserables ini, “Sebuah taman mungil untuk berjalan-jalan dan keluasan langit untuk direnungi. Di bawah kakinya ada sesuatu yang siap ditanami, di atas kepalanya ada sesuatu yang siap dikaji dan direnungi: serumpun bunga di muka bumi dan segenap bintang di langit luas.” Wow, indah sekali bukan?
Meskipun saya hapal beberapa nama dan bentuk bunga, namun saya bukanlah pecinta bunga sejati. Tak ada taman bunga di rumah saya. Saya hanya menikmati keindahan bunga. Selain Edelweis, satu-satunya bunga yang saya kagumi hanyalah Bunga Matahari. Saya menyukai bunga ini karena kesetiaannya pada matahari dan makna filosofi di sebaliknya. Namun yang paling fenomenal, yang selalu ada dalam benak saya (top of mind) adalah Bunga Rafflesia. Bunga ini sudah saya kenal dari sejak SD. Kenal dari jauh, belum pernah melihat langsung. Saya hanya tahu Bunga Rafllesia dari buku IPA kelas IV SD.
Tanggal 21 sampai 23 Juli 2017 lalu, saya dan beberapa travel blogger lainnya mendapat undangan resmi dari Dinas Pariwisata Bengkulu melalui Alesha Wisata untuk mengikuti event Famtrip Bumi Rafflesia 2017. Hal ini dilakukan oleh pemerintah daerah Bengkulu dalam rangka menyambut Wonderful Bengkulu 2020 dengan Garden Flower Festival yang rencananya akan diselenggarakan di tahun 2018 nanti. Siapa yang tak antusias mendapat undangan famtrip ini coba? Mendengar nama Bengkulu disebut, ingatan pertama saya langsung tertuju pada Bunga Rafflesia. Meskipun tidak disebutkan dalam daftar itinerary, tapi paling tidak saya punya kans untuk melihat langsung bunga yang terhitung paling langka di dunia itu. Siapa tahu, nasib orang tak ada yang tahu.
Bengkulu merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang mendiami Kepulauan Sumatera, tepatnya di bagian barat daya Pulau Sumatera. Secara geografis letaknya di sebelah barat Pegunungan Bukit Barisan. “Lokasi Bengkulu itu ada di pojok,” begitu kata Yudi Satria, Kepala Dispar Bengkulu menegaskan. Sudah lokasinya di pojok, secara wilayah Bengkulu terhitung lebih kecil dibanding provinsi-provinsi lainnya. Dibandingkan dengan provinsi lainnya di Indonesia, Bengkulu memiliki luas 19.919,33 km2 atau 1,04% dari luas wilayah Indonesia. Dibandingkan dengan provinsi lain yang ada di Pulau Sumatera, Bengkulu merupakan provinsi tersempit ke 3 setelah Bangka Belitung dan Riau.
Meskipun lokasinya di pojok dan terhitung kecil wilayahnya, Bengkulu menyimpan potensi wisata yang luar biasa. Pertama, luas perairan (laut) Bengkulu mencapai 2.335 km2 dan berbatasan langsung dengan Samudera Hindia pada garis pantai, sehingga memiliki pantai indah sepanjang 525 km. Kedua, dalam sejarahnya, Bengkulu pernah disinggahi oleh 4 bangsa asing (Portugis, Inggris, Belanda, Jepang), dimana jejak-jejak sejarah itu masih dapat kita temui sampai sekarang, diantaranya: Benteng Malborough, Monumen Thomas Parr, Pemakaman Inggris Jitra, dan sebagainya. Tidak hanya itu, Bengkulu memiliki beberapa pulau kecil baik yang berpenghuni seperti Pulau Enggano, maupun pulau yang tak berpenghuni, seperi Pulau Mega dan pulau-pulau kecil lainnya.
Wilayah provinsi Bengkulu memiliki jumlah hujan yang tinggi tanpa bulan kering yang berarti. Musim kemarau tidak terlalu berpengaruh di daerah ini. Belum lagi, bagian timurnya berbukit-bukit dengan dataran tinggi yang subur. Tak heran, jika kemudian provinsi ini kaya akan sumber daya tanaman (pangan, sayur, buah, biofarmaka, tanaman hias) yang secara langsung maupun tidak langsung ikut menopang kesejahteraan bagi seluruh masyarakat setempat maupun warga di bumi.
Dengan kondisi alam yang sedemikian menguntungkan, maka sangat wajar jika kemudian sebagian wilayah Provinsi Bengkulu merupakan kawasan hutan lindung yang sangat memukau. Selain itu, banyak tumbuhan-tumbuhan langka di Indonesia yang berasal dari Pulau Sumatera, khusunya hutan di daerah Bengkulu. Di antaranya Bunga Bangkai (Amorphopallus Titanum) dan Bunga Padma Raksasa (Rafflesia Arnoldii) yang sangat susah dikembangkan di berbagai tempat, namun nyatanya dapat dengan mudah tumbuh dan mekar di kebun-kebun warga warga Bengkulu.
Tak dapat disangkal lagi bahwa Bengkulu memiliki banyak potensi wisata yang siap untuk di-eksplor. Selama famtrip, dari 10 kabupaten/kota yang ada di provinsi ini, saya dan kawan travel blogger lainnya baru sempat singgah di 4 kabupaten/kota saja. Yaitu: Bengkulu Tengah, Kepahiang, Rejang Lebong dan kota Bengkulu. Itupun tidak seluruh wilayah kabupaten/kota, namun hanya di beberapa titik saja. Bahkan ada satu spot yang kita kunjungi dadakan, karena sebenarnya spot yang satu ini tidak masuk dalam daftar kunjungan Famtrip Bumi Rafflesia 2017.
Ceritanya begini. Saat itu sebagian besar peserta famtrip tengah menikmati perjalanan (baca: tertidur pulas) di dalam bus menuju Rejang Lebong. Setelah sekitar 50 menit meninggalkan kota, di tengah guncangan bus yang melaju meliuk-liuk melewati beberapa tikungan tajam, tiba-tiba bus berhenti mendadak. “Ada Rafflesia Arnoldii sedang mekar!” begitu kata tour guide dengan penuh antusias. Serta merta kami semua turun dari bus. Lalu dengan bergegas memasuki hutan lindung Taba Penanjung, Kabupaten Bengkulu Tengah. Meskipun hanya berjarak sekitar 300 meter dari jalan raya, namun perlu hati-hati karena jalannya agak miring dan tanahnya lengket di kaki. Seperti kondisi tanah hutan hujan tropis pada umumnya.
Rafflesia Arnoldii pertama kali ditemukan oleh Dr. Joseph Arnold yang sedang mengikuti ekspedisinya Thomas Stanford Raffles di tahun 1818. Sehingga sampai sekarang tanaman ini diberi nama sesuai kedua nama orang itu. Jika dipersonifikasikan, Rafflesia Arnoldii ini ibaratnya seorang public figure yang kece badai tapi attitude-nya ngeselin. Orangnya picky banget. Bayangkan. Bunga ini tidak memiliki batang, akar dan daun. Sehingga untuk makanpun, misalnya, ia tak bisa berusaha sendiri. Ia harus mengambil nutrisi dari inangnya, Liana Tetrastigma, sejenis anggur hutan. Tapi gak selalu cocok juga. Tidak semua pohon Liana Tetrastigma dia mau. Hanya pada waktu yang tepat dan nutrisi yang pas, baru Rafflesia akan tumbuh. Kalau sudah ketemu inang yang pas, belum tentu mekar juga. Masih tergantung cuaca, tanah dan banyak hal lainnya lagi. Ngeselin bukan? Tapi dia kece badai, jadi gimana donk?
Menurut Krishna Alesha Tour, ketua panitia famtrip, habitat Rafflesia Arnoldi memang banyak tumbuh di sekitar wilayah Taba Penanjung. Untuk tumbuh sampai kemudian mekar, satu bunga ini butuh waktu hingga 9 bulan. Satu bunga Rafflesia terdiri dari 5 mahkota bunga dan jika sedang mekar, bentuk bunganya melebar. Warnanya orange dengan bintik-bintik putih di tengahnya. Diameternya bisa mencapai 1 meter dengan tinggi mencapai 50 cm dan berat hingga 10 kg. Sayang sekali, masa mekarnya hanya sekitar 7 hari, lalu setelah itu ia akan layu dan mati. Tak heran jika disebut tanaman langka. Banyak turis asing yang penasaran ingin melihat langsung keberadaan bunga Rafflesia Arnoldii ini. Namun sudah mencoba beberapa kali datang ke Bengkulu, mereka belum berhasil juga melihat bunga langka ini. Saya merasa bersyukur sekali, bisa melihatnya langsung. Rejeki anak sholeh 🙂
Bengkulu sepertinya ditakdirkan sebagai wilayah yang harus merawat keberadaan dan kelangsungan hidup tanaman langka di muka bumi ini. Selain Rafflesia Arnoldii, lalu Anggrek Vanda Hookeriana yang tumbuh di sepanjang Danau Dendam Tak Sudah, dan disusul Amorphopallus Titanum atau ada yang menyebutnya dengan nama Bunga Bangkai, Suweg Raksasa atau juga Kibut. Bunga Bangkai pertama kali ditemukan oleh Odoardo Beccari, seorang ahli botani dari Italia di Lembah Anai Sumatera Barat pada tahun 1878. Jika dipersoniikasikan, bunga ini ibarat seseorang yang mengalami reinkarnasi. Lahir, mati, lalu lahir lagi dalam bentuk yang lain (bertransformasi). Lho kok begitu? Ya memang, karena Amorphopallus Titanum mengalami 2 fase kehidupan. Fase pertama bentuknya sebatang pohon yang daunnya mirip daun papaya (fase vegetatif), lalu fase yang kedua, bentuknya kelopak bunga (fase generatif). Begitu terus siklusnya, gak habis-habis.
Di Bengkulu, saya dan kawan travel blogger lainnya, melihat bunga langka ini di Hutan Konservasi Puspa Langka Tebak Monok, Kabupaten Kepahiang. Berkebalikan dengan Rafflesia yang hidup numpang di pohon inangnya, Bunga Bangkai ini lebih mandiri. Ia memiliki umbi, batang, daun hingga akar sendiri, sehingga bisa mencari makan sendiri. Dengan umbi yang dimiliknya, seharusnya Bunga Bangkai dapat hidup dengan mudah dimana saja. Tinggal tanam umbinya, lalu kita tunggu bunganya mekar. Sayang, faktanya tak semudah itu. Bunga jenis ini hanya bisa tumbuh endemik di hutan hujan tropis Sumatera Indonesia. Selain melalui umbi, sebenarnya bisa juga dikembangkan melalui biji bunga. Namun jika melalui biji, perlu puluhan tahun untuk tumbuh dan berbunga. Sedangkan jika dari umbi, untuk bisa sampai bunga ini butuh waktu sekitar 4 tahun. Tinggi pohonnya bisa mencapai 6 meter. Bunga ini mekar sempurna hanya dalam waktu 24 jam saja. Setelah masa mekarnya (7 hari) lewat, Bunga Bangkai ini akan layu. Jika selama masa mekarnya, terjadi pembuahan, maka akan berubah berbentuk buah-buah berwarna merah dengan biji pada bagian bekas pangkal bunga.
Tertarik untuk melihat langsung Bunga Bangkai? Datanglah ke hutan konservasi ini, sekitar Tahun Baru 2018 nanti. Kata petugas yang merawat hutan, diperkirakan akan ada 10 Bunga Bangkai yang mekar. Wow, catat!
Bengkulu memang lengkap sebagai destinasi wisata. Ada wisata sejarah, wisata alam, budaya dan semakin lengkap dengan keberadaan Taman Bunga yang berlokasi di sekitar Danau Mas Harun Bestari, Kabupaten Rejang Lebong. Dari kota Bengkulu, butuh waktu sekitar 4 jam untuk sampai ke lokasi ini. Begitu turun dari bus, saya dan kawan travel blogger peserta Famtrip Bumi Rafllesia 2017 langsung terpesona disuguhi hamparan bunga yang bermekaran, dari beraneka jenis dan warna. Taman Bunga ini terbagi menjadi 2 lahan, yaitu bagian atas dan bawah. Mungkin ada 20-an jenis bunga yang tumbuh di lokasi ini. Ada bunga Lily, Matahari, Jengger Ayam, Krokot, Dahia, Cosmo, Mary’s Gold atau Telek-telekan, dan ada juga tanaman strawberry.
Mengetahui di sela-sela kebun bunga juga ada kebun strawberry, kawan travel bloggers langsung mengerahkan segala kemampuan dan berlomba mencari buah-buah yang tersembunyi di balik daun-daunnya. Sebagian bahagia karena berhasil memetik buahnya, namun tak sedikit yang harus menelan kekecewaan karena tidak kebagian strawberry. Sementara ada juga kawan blogger lainnya yang tidak memperdulikan strawberry, tapi justru bersemangat berselfie ria di taman bunga itu. Bagi mereka, di antara begitu banyak bingkai panorama yang tersaji, berada di antara hamparan bunga, tampaknya bisa menjadi satu sensasi yang wajib dijajal. Berbagai pose mereka kerahkan untuk nantinya dapat diupload di media social.
Rencananya, Taman Bunga Rejang Lebong ini akan menjadi lokasi diselenggarakannya event bertaraf internasional yaitu Garden Flower Festival 2018. Taman Bunga ini nantinya akan disulap menjadi taman seribu bunga, baik bunga umum maupun bunga langka. Bukan itu saja, bahkan saat ini juga tengah disiapkan semua fasilitas untuk menyambut para wisatawan, seperti homestay, transportasi, maupun spot-spot wisata bagus lainnya. Sehingga, harapannya para wisatawan yang datang merasa puas, bahagia dan kembali ke daerah masing-masing dengan membawa cerita yang positif tentang Rejang Lebong dan Bengkulu.
Keberadaan Taman Bunga Rejang Lebong ini, menurut saya, merupakan ide atau pemikiran yang luar biasa. Kita tahu, Indonesia tercatat sebagai negara dengan keanekaragam hayati tertinggi di dunia. Meskipun luas daratannya hanya 1,3% dari luas daratan yang ada di dunia, namun 25% dari jumlah spesies tumbuhan berbunga yang ada di dunia terdapat di Indonesia. Jumlah ini setara dengan 20.000 spesies. 40% di antaranya merupakan tumbuhan endemik atau asli Indonesia. Sementara, Bengkulu sendiri merupakan wadah bernaungnya tanaman-tanaman langka, seperti Rafflesia Arnoldii, Anggrek Vanda Hookeriana dan Amorphopallus Titanum.
Dengan fakta-fakta tadi, rasanya tak terlalu berlebihan kalau ke depannya nanti Garden Flower Festival dapat disejajarkan dengan festival-festival bunga bertaraf internasional seperti: Van-Gogh Flower Festival, Canadian Festival Tulip, The Spalding Flower Parade, dan sebagainya. Saat itu terjadi, mungkin saya dan kawan travel blogger lainnya tengah berada di Rejang Lebong kembali. Kami duduk-duduk di bangunan rumah-rumah adat Bengkulu sembari menikmati hamparan bunga warna-warni yang elok. Sambil bernostalgia dan ngobrol kesana-kemari ditemani secangkir teh atau kopi lengkap dengan suguhan Lepek Binti, Cucur Bandana atau Pempek Dos, cemilan khas Bengkulu. Ah, surga banget. Semoga. Amin.
oOo