Museum di Indonesia, Ini Daftar Buat yang Suka ke Museum Seperti Saya

Salah satu aktivitas yang paling menyenangkan bagi saya adalah mengunjungi museum. Mengamati benda-benda kuno yang dipajang di etalase museum, seringkali membuat saya lebih bisa memahami suatu peristiwa yang terjadi di masa lampau.

Penggalan kisah-kisah yang saya baca dibuku-buku sejarah, seakan menyeruak kembali di benak saya dan kemudian terangkai menjadi sebuah kisah yang lebih utuh. Sehingga terkadang memunculkan suatu pemahaman baru.

Dari mulai lahir hingga sekarang ini, setelah dihitung-hitung, ternyata belum nyampai 20 museum yang sudah saya sambangi. Masih terhitung sedikit ya ternyata? Biarin deh. Karena paling tidak, saya bisa berbagi kisah tentang pengalaman dan kesan dari museum yang satu ke museum yang lainnya.

 

Museum di Indonesia

Berikut beberapa museum di Indonesia yang sempat saya sambangi. Semoga bisa menginspirasi teman-teman agar mau mengunjungi museum dan membawa kemajuan museum-museum di negeri kita.

  1. Museum Ronggowarsito, Semarang, Jawa Tengah

    Sudah dua kali saya mengunjungi museum ini. Kunjungan yang pertama, saat saya masih sekolah SD dulu, dan kunjungan terakhir sekitar tahun 2012 silam. Terakhir saya mengunjungi museum ini, suasana di luar museum sedang ramai sekali. Sepertinya dari suatu perkumpulan ibu-ibu.

    Mereka sebagian sedang duduk-duduk di depan gedung museum sambil menikmati nasi kotak, sebagian lagi sedang duduk-duduk di taman bermain anak sambil menemani anak-anak mereka bermain. Ramai sekali deh pokoknya, tapi begitu kaki saya sampai di dalam gedung… suasananya sepi. Mana penerangan lampu minim pula.

    Bayangkan, museum Ranggawarsito ini menempati area yang cukup luas, terdiri dari beberapa gedung dan masing-masing gedung terdiri dari dua lantai bertingkat. Saking luasnya, meski koleksi benda-benda kuno yang dipamerkan di museum ini cukup banyak, dari mulai berbagai jenis batu-batuan, fosil, arca, keramik, batik, dll.

    Masing-masing benda itu dikelompokkan dalam wahana yang berbeda-beda, toh meski koleksinya cukup banyak, tapi tetap terasa masih banyak ruang-ruang yang kosong belum terisi. Dan sayangnya, meski luas, bangunan dan interiornya terhitung biasa atau standar.

    Selain itu, penerangan juga agak kurang dan cenderung gelap. Mungkin memang sengaja dibuat seperti itu. Mungkin penerangan yang minim dimaksudkan untuk memberi kesan eksotis, tapi berhubung saya sendirian dan tidak ada pemandu museum, kesan yang ada malah jadi serem. Hiyyy…!

    Salah satu benda yang menarik perhatian saya adalah tempat tidur kayu milik Jendral Soedirman yang berwarna hijau. Tapi karena tidak ada keterangan tambahan dan tidak ada pemandu pula, melihat benda itu ingatan saya langsung ke perjuangan beliau. Dan karena saya kurang begitu paham tentang kehidupan pribadi Pak Dirman, beberapa pertanyaan simpang-siur bermunculam di benak saya.

    “Kalau lagi tidur, Pak Dirman miring kanan atau kiri ya? Atau jangan-jangan senang tengkurap? Tapi mungkin sering tengadah sambil mikirin strategi perang?”

    Hihihi…

  2. Museum Trowulan, Mojokerto Jawa Timur

    Saya juga pernah menuliskan secara lengkap tentang Museum Trowulan ini. Secara singkat yang bisa saya ceritakan, museum ini, kalau menurut saya cukup luas dan mewah. Banyak benda-benda bersejarah yang disimpan di sini, baik itu guci, keramik, mata uang, miniature, kepengan uang, fosil purba, dan lain-lain. Tapi kebanyakan memang batu-batuan dan arca yang diambil dari berbagai situs Majapahit.

    Memang, di situs Trowulan ini banyak ditemukan berbagai benda yang terbuat dari bahan logam dan batu, seperti genta, guci dan arca, yang telah memiliki nilai seni yang cukup tinggi. Hal ini sekaligus juga membuktikan bahwa pada jaman Majapahit ,teknologi dan seni sudah mencapai level yang unggul/tinggi.

    Sayang sekali, ada larangan untuk tidak mengambi foto/gambar di dalam museum, sehingga hanya sedikit benda-benda sejarah yang bisa saya tampilkan di sini.

  3. Museum 10 November, Surabaya

    Museum ini merupakan bagian dari rangkaian dari Monumen Tugu Pahlawan. Sebuah monumen yang menjadi simbol semangat perjuangan arek-arek Surabaya dalam melawan penjajah. Lokasi monument ini, dulunya merupakan gedung Raad van Justice (gedung pengadilan pada masa pemerintahan Belanda) dan pada masa pemerintahan Jepang gedung itu menjadi markas ‘Kenpeitai’ yang seringkali dipakai untuk menangkap dan menyiksa rakyat Indonesia.

    Mengetahui sepak terjang yang terjadi di kawasan ini, saya jadi paham betapa pentingnya bangunan monumen Tugu Pahlawan itu bagi warga Surabaya, khususnya. Sehingga tak heran kalau keberadaan Museum 10 November tidak seharusnya mendominasi Monumen Tugu Pahlawan.

    Bangunan Museum 10 November berbentuk piramida yang ditenggelamakan sedalam 7 meter di bawah permukaan tanah dan 10 meter di atas permukaan tanah. Dan yang pasti, tinggi bangunannnya tidak melebihi tinggi monumen. Sementara interiornya juga cukup gaya dan keren. Begitu pula perangkat elektonik yang mendukung keberadaaan benda-benda di museum, meskipun pas saya ke sana ada beberapa alat yang mati atau tidak berfungsi.

    Koleksi-koleksi yang dipamerkan di Museum 10 November, kebanyakan terkait dengan perjuangan arek-arek Surabaya melawan penjajah, baik itu bambu runcing, pistol, radio penerima, juga sociodrama yang antara lain mengisahkan perundingan Soekarno dan Hawthorn pada 30 Oktober 1945, peristiwa berdarah di Gedung Yamato (sekarang Hotel Majapahit), pidato Bung Tomo, dll.

    Dan yang paling menohok bagi saya adalah areal patung pahlawan tak dikenal. Di bawahnya terdapat tulang belulang para pejuang yang gugur tanpa nama. Dan di atas areal itu terdapat tulisan “Merdeka atau Mati!”

  4. Museum Kain Obin, Bali

    Dari sekian museum yang pernah saya kunjungi, Museum Kain Obin ini merupakan museum yang paling unik, paling sejuk, paling canggih, dan paling bisa memberikan pengalaman yang tak terlupakan.

    Museum ini berlokasi di sebuah mal Beachwalk lantai tiga dengan ruangan dengan desain kepompong. Setelah melewati anak tangga, lalu membuka pintu museum, saya melihat sederetan tabung besi perak. Ada lubang-lubang di tabung itu. Semacam alat music seruling. Dengan mendekatkan telinga ke tabung tadi, saya bisa mendengar ucapan selamat datang dari pemilik museum,

    Obin. Setelah melewati tabung itu, di tembok sebelah kiri, terpajang sederatan foto-foto tentang batik dan kain di Nusantara. Setelah itu, ada banyak video yang memutar film tentang pembuatan kain batik secara alami atau tradisional.

    Hampir sebagian besar ruangan di museum ini dipakai untuk memajang kain-kain yang usianya bahkan sudah ratusan tahun lalu, serta berasal dari berbagai daerah di nusantara. Dari sekian kain itu, saya merasa tertarik dengan satu kain yang motif atau coraknya lebih ribet dibanding semua kain yang dipamerkan.

    Lalu, pemandu atau story teller yang menemani saya berkeliling museum, mulai bercerita. Bahwa kain itu dibuat pada masa pemerintahan Jepang. Seperti yang kita tahu, pada masa penjajahan, banyak kain-kain batik kita yang diangkut ke Belanda maupun Jepang. Tampaknya para perajin kain batik itu tidak rela. Maka dia sengaja membuat motif yang agak sulit dengan tujuan agar pengerjaannya lebih lama. Sehingga ketika para serdadu Jepang menanyakan apakah kain itu sudah jadi, para perajin itu menjawab belum. Dan faktanya memang begitu.

    Terakhir, sebelum meninggalkan museum kain, mas-mas story teller menawarkan apakah saya ingin mencoba memakai kain. Ada berbagai jenis kain dan berbagai motif yang tersedia di situ. Dan bebas kita pilih. Setelah memakai kain pilihan kita sendiri, kita bisa duduk di kursi kayu sambil berselfie-ria, karena di depan kursi itu disediakan alat foto. Foto itu, nantinya akan terpampang di video yang ada di atas dinding. Sampai ada foto orang lain yang menggantikan, foto kitalah yang akan terpajang di layar video itu. Tentu saja, saya tak ingin melewatkan kesempatan emas bernarsis-ria. Hahaha!

  5. Museum Negeri NTB atau Museum Lombok

    Masuk ke kawasan museum ini, saya langsung disambut buaya muara sepanjang 4,1 meter. Tapi bukan buaya yang masih hidup, melainkan buaya yang telah diawetkan dan disimpan di dalam kotak kaca.

    Bangunan museum ini standar saja, dengan desain dan luas yang biasa juga. Koleksi yang dipamerkan terhitung lumayan dari segi jumlah. Beberapa berupa pakaian tradisional, peralatan tenun, alat-alat kesenian tradisional, alat ransportasi, peralatan menangkap ikan, dan yang paling menarik minat saya adalah… naskah-naskah kuno.

    Beberapa diantaranya masih menggunakan daun lontar dan kayu yang ditulis dengan menggunakan huruf Sasak dan Arab serta tertuang dalam bahasa Kawi, Saka, maupun Melayu.

    Selain itu, keramik yang ada di museum ini memiliki jumlah yang lumayan banyak karena koleksi itu didaparkan dari keramik yang terpendam di dasar laut. Diduga, milik para pedagang China yang menjatuhkan barang bawaannya karena kelebihan beban pada kapal pada masa itu.

  6. Museum Samparaja dan Museum Mbojo, Bima NTB

    Memang, beberapa museum yang saya kunjungi pernah saya tulis dalam bog ini, ketika saya berkunjung di beberapa tempat wisata. Salah satunya Museum Samparaja dan Museum Mbojo ini.

    sTapi, kalau malas searching, bisa saya ceritakan secara ulang secara singkat.

    Saya tak berhasil memasuki Museum Samparaja yang konon menyimpan berbagai naskah kuno Kesultanan Bima. Museum tutup. Maklum week-end. Begitu pula ketika sampai di Museum Asi Mbojo. Jelas saya kecewa. Tapi teman saya mengatakan, “Kalembo Ade.” Selama di Bima, setiap kali saya menyampaikan kata-kata yang menyiratkan kekecewaan, kesal, kecewa, sedih, dll, mereka selalu menjawab dengan ‘kalembo ade.’ Ternyata, kata-kata itu sangat luas artinya. Bisa berarti: sabar, harap maklum, tetap semangat, maaf, dan optimis.

    Mungkin karena tak ingin melihat kekecewaan saya yang bertubi-tubi, teman-teman saya berusaha mencari juru kunci museum ke rumahnya. Selang beberapa saat merekapun kembali bersama pak juru kunci museum.

    Museum Asi Mbojo berkokasi di kawasan alun-alun Sera Suba. Museum ini berdiri di bekas istana tempat kediaman sultan pada jaman dulu. Sementara masyarakat Bima menyebut kediaman sultan dengan sebutan “Asi” dan sebutan mereka sendiri sebagai masyarakat Bima adalah “Mbojo.” Itu sebabnya, museum itu dinamakan Museum Asi Mbojo.

    Arsitektur bangunan Museum Asi Mbojo ini campuran antara gaya Eropa dengan gaya tradisional Bima. Terdiri dari 2 lantai dengan koleksi yang tidak telalu banyak. Koleksi-koleksi yang dipamerkan di lantai bawah, antara lain: berbagai baju adat, alat transportasi, alat pertanian, alat berburu, senapan dan baju besi yang dibeli dari Portugis untuk melawan Belanda, alat tenun, dll.

    Sementara di lantai dua, lebih banyak memamerkan koleksi pribadi para sultan. Dari mulai kamar tidur sultan, kamar tidur puteri, baju pengantin kerajaan, juga kamar tidur Presiden Soekarno jika pas berkunjung ke Bima.

  7. Museum BI, Jakarta

    Dari beberapa museum yang pernah saya kunjungi, selain Museum Kain Obin, Museum Bank Indonesia (BI) termasuk museum yang keren dan canggih.

    Museum ini berlokasi di kawasan Kota Tua, Jakarta. Dan koleksi yang dipamerkan terkait dengan informasi peran Bank Indonesia dalam perjalanan sejarah bangsa yang dimulai sejak sebelum kedatangan bangsa barat di hingga terbentuknya Bank Indonesia pada tahun 1953. Perjalanan Bank Indonesia dimulai pada era perdagangan rempah hingga masa dimana negeri ini mengalami krisis moneter.

    Selain itu terdapat pula fakta dan koleksi benda bersejarah pada masa sebelum terbentuknya Bank Indonesia, seperti pada masa kerajaan-kerajaan nusantara, antara lain berupa koleksi uang numismatik yang ditampilkan juga secara menarik.

    Penyajiannya informasi dikemas sedemikian rupa dengan memanfaatkan teknologi modern dan multi media, seperti display elektronik, panel statik, televisi plasma, dan diorama sehingga menciptakan kenyamanan pengunjung dalam menikmati Museum Bank Indonesia.

  8. Museum Kesehatan, Surabaya

    Museum ini didirikan oleh seorang dokter yang juga ahli supranatural, dr. Adyatma. Desain bangunannya juga sederhana, padahal gedung ini dulunya bekas Rumah Sakit Kelamin terbesar di Asia Tenggara.

    Koleksi di museum ini, secara umum menggambarkan upaya manusia menjaga kesehatan serta alat-alat yang digunakan di dalam proses penyembuhan penyakit. Tak heran kalau benda-benda yang dipajang lebih banyak berupa peralatan medis, meskipun peralatan non medis ada juga yang dipamerkan.

    Memasuki museum ini, saya menjumpai patung ganesha, selanjutnya terdapat ruangan sejarah kesehatan yang berisi informasi sejarah kesehatan di dunia barat dan di dunia timur. Lebih ke dalam lagi, dipamerkan benda-benda yang mendukung kesehatan, dari mulai peralatan melahirkan, peralatan bagi yang pasien yang tidak bisa berjalan, mikroskop, alat timbang obat, alat pencuci darah, alat-alat bedah, dlsb.

    Peralatan non medis, dipamerkan di ruangan Sasana Kesehatan Budaya. Peralatan non medis itu antara lain, keris penolak santet, beberapa jenis air untuk menyembuhkan penyakit, beberapa jimat, dll. Bahkan foto rontgen korban santet yang berisi banyak paku pada bagian dalam perutnya. Tak heran kalau museum ini lebih dikenal sebagai museum santet dibanding museum kesehatan.

    Selain peralatan santet, peralatan non medis lain yang disimpan di museum ini adala peralatan kesehatan tradisional yang berasal dari berbagai daerah di negara ini. Sepeti misalnya penggulung dari Sumatera Barat, kop tempurung kelapa dari NTB dan NTT, tanduk kerbau dari Palangkaraya, kain-kain tradisional dari beberapa daerah yang bisa digunakan untuk mengusir penyakit, tempat menghaluskan obat, alat kerokan, cucing dari Surabaya, dll. Berbagai terapi alat music juga pamerkan di ruangan ini, seperti ketipung, kendang, kempyeng, bende, dll.

  9. Museum Sangiran, Sragen Jawa Tengah

    Museum Sangiran juga pernah sata tulis di blog ini.

    Museum Manusia Purbakala Sangiran ini, dibangun di atas lapisan tanah berusia 1,8 juta tahun, hasil aktivitas erupsi Gunung Lawu Purba. Gedungnya cukup megah, terbagi menjadi beberapa ruangan. Hanya saja, terdapat 2 ruangan display untuk umum yang memajang beraneka penemuan benda bersejarah, miniatur, serta berbagai informasi dalam bentuk gambar maupun komputer.

    Memasuki ruang display yang pertama, kita akan mendapatkan informasi lengkap tentang bagaimana bumi ini tercipta sejak 4,5 milyar tahun lalu. Dan mulai era vendian, cambrian, ordovician, silurian, devonian, permian, sampai ke quaternary. Di sini, kita juga akan mendapatkan informasi berbagai jenis hewan purba, seperti gajah, kuda nil, dll.

    Memasuki ruang display yang kedua, kita akan menemukan lebih banyak dan lebih lengkap lagi informasi yang berkaitan dengan material yang tersedia di ruang display pertama tadi. Di ruang ini kita akan mendapat penjelasan tentang kenapa di Kepulaian Indonesia ini banyak sekali gunung berapi. Tidak lain, karena wilayah negara kita ini masuk dalam lingkaran atau rangkaian ‘The Ring of Fire.’

    Benda-benda penemuan bersejarah juga bisa kita temukan di ruang display yang kedua ini. Seperti misalnya, Textite, yang ditemukan di situs Sangiran ini. Textite ini, merupakan serpihan benda angkasa yang meledak dan jatuh ke bumi. Textile ini merupakan bukti bahwa telah terjadi ledakan-ledakan bintang, beberapa milyar tahun lalu di tata surya.

    Astin Soekanto di situs manusia pura sangiran

  10. Museum Negeri Bali

    Saya datang sendirian ke museum ini dan sudah terlalu sore, sesaat lagi museum akan ditutup. Tapi, saya meminta ke petugas untuk diberi tambahan waktu lagi menikmati benda-benda kuno yang dipamerkan di Museum Negeri Bali.

    Museum Negeri Propinsi Bali merupakan museum tertua yang ada di Bali. Dibangun setelah Kerajaan Klungkung jatuh ke tangan Belanda atau sekitar tahun 1910. Lokasinya di pusat kota, persis di depan Lapangan Puputan Badung. Struktur fisiknya berbentuk keraton atau kerajaan. Itu makanya, di depan museum terdapat bekas pemandian raja dan balai bengong, tempat raja bersantai.

    Gedung atau ruang pameran museum terdiri tiga bangunan, yaitu ruang Buleleng, ruang Karangasem dan ruang Tabanan. Koleksi yang dipamerkan di museum ini antara lain benda-benda perlengkapan rumah tangga, perlengkapan upacara adat, keramik, patung-patung porselin, alat-alat pertanian, senjata, lukisan, wayang kulit dan lain sebagainya.

  11. Museum La Galigo, Makassar Sulawesi Selatan

    Museum La Galigo juga pernah saya tulis di blog ini saat lawatan saya ke Makassar dan Toraja. Secara singkat, bisa saya ceritakan kembali kalau museum ini berlolasi di dalam kompleks Benteng Fort Rotterdam yang luasnya hampir sekitar 3 hektar.

    Di dalam benteng ini, terdapat 15 buah gedung yang terdiri dari 14 buah gedung peninggalan Belanda, dan 1 lagi peninggalan Jepang. Masing-masing gedung diberi nama sesua dengan huruf abjad dan memiliki fungsi masing-masing. Tentu saja fungsi gedung di jaman colonial dan di jaman sekarang jelas berbeda. Seperti misalnya, gedung D, yang dulunya berfungsi sebagai wisma bagi setiap pejabat tinggi Belanda yang berkunjung ke Makassar, sekarang gedung D ini beralih menjadi Museum La Galigo.

    Meskipun belum semoderen Museum 10 November Surabaya atau Museum Sangiran Sragen, namun koleksi Museum La Galigo terhitung cukup lengkap. Museum ini memamerkan benda-benda dari jaman kebuadayaan megalitik, berbagai peralatan kesenian tradisional, berbagai peralatan transportasi era dahulu, berbagai koleksi kapal, kain tradisional, manuskrip, dll. Sayang saya tidak menemui naskah yang paling ingin saya lihat di situ, yaitu naskah kuno La Galigo. Dan satu lagi, ketika saya meminta jasa pemandu, bapak-bapak petugas museum menyatakan bahwa Museum La Galigo tidak menyediakan pemandu. Sayang banget!

  12. Museum Sampoerna Surabaya

    Atau sering juga disebut sebagai Museum House of Sampoerna. Bagi saya, desain museum ini juga masuk dalam kelompok museum yang keren.

    Hujan mulai turun ketika saya menjejakan kaki di museum ini. Aroma tembakau yang khas langsung terrcium ketika saya memasuki kawasan museum. Dan begitu masuk gedung, seorang pemandu atau story teller perempuan langsung menyambut dengan ramah. Lalu dengan penuh semangat, dia membagikan kisah sejarah awal berdirinya museum sampai ke kondisi yang sekarang.

    Di ruangan paling depan terpampang lukisan sang pendiri sampoerna dan beberapa keluarganya dengan meja dan kursi tertata rapi. Sementara di samping kiri pintu terdapat replika lapak kelontong yang dulunya digunakan pendiri Sampoerna berjualan pada saat awal-awal merintis bisnis. Di sebelah lapak itu terdapat beberapa sepeda kuno dan berbagai jenis cengkeh dari berbagai daerah di negeri ini. Di depan cengkeh yang dipamerkan, terdapat replika tungku untuk mengeringkan tembakau yang akan dijadikan rokok.

    Di ruangan tengah bagian dari museum, ada sederetan foto dari keluarga Sampoerna dan foto siapa saja yang berperan memajukan pabrik rokok ini. Beberapa koleksi korek api zaman dahulu dan koleksi kamera tua yang sudah berumur puluhan bahkan ratusan tahun juga ada.

    Puas menikmati benda-beda di ruangan itu, kaki sayapun melangkah ke ruangan berikutnya. Ruangan yang lebih besar jika dibandingkan dengan dua ruangan sebelumnya. Di ruangan itu dipamerkan berbagai benda koleksi museum, mulai dari mesin printing kuno, alat-alat labolatorium yang dipergunakan pertama kali untuk menguji hasil kualitas bahan baku dan hasil produksi, dan ada juga koleksi andong yang digunakan pendiri Sampoerna sebelum memiliki mobil.

  13. Museum Kete Kesu, Toraja Sulawesi Selatan

    Kita tahu, kalau Kete Kesu itu merupakan kompleks tongkonan (rumah adat Toraja) yang paling populer dan paling indah di Toraja. Di kawasan itu terdapat deretan 6 tongkonan dan 12 lumbung padi.

    Di dalam salah satu tongkonan inilah terdapat museum yang berisi koleksi benda adat kuno Toraja. Meskipun kecil dan koleksi yang sederhana, tapi benda-benda yang dipamerkan terdiri dari ukiran, senjata tajam, keramik, peralatan makan dari kayu, baju berburu, alat untuk menggendong anak, dan bendera Merah Putih yang merupakan bendera pertama yang dikibarkan di Toraja. Bendera itu dijahit dan dikibarkan oleh seorang perempuan (masih keturunan bangsawan setempat, Puang Ri Kesu) yang sayang sekali saya lupa namanya.

  14. Museum Mpu Tantular, Sidoarjo Jawa Timur

    Saya agak kesulitan menemukan lokasi museum Mpu Tantular. Setelah sempat tersesat, akhirnya berhasil juga ketemu lokasinya. Ternyata, lokasi museum ini agak tersembunyi, di bawah jembatan layang dan do pinggir jalan kecil yang jarang dilalui orang.

    Meskipun desain bangunan cenderung biasa, tapi area dan lahan museum ini sangat luas. Sebelum masuk museum saya sempat menjumpai sarkofagus seberat 6 ton, sedangkan tepat di pintu masuk terdapat 5 arca Budha yang menghadap ke 4 penjuru mata angin dan 1 arca di tengah. Saya lupa apa maknanya. Sampai di ruang informasi saya langsung menanyakan tentang ketersediaan pemandu. Ternyata ada. Berarti, memang kudu nanya nih tiap datang ke museum, disediakan pemandu atau tidak. Hehehe..

    Koleksi yang mendominasi Museum Mpu Tantular adalah koleksi jaman pra sejarah. Lebih banyak memamerkan batu-batuan, arca-arca, gerabah, nekara, dll. Selain itu, juga terdapat naskah-naskah kuno, berbagai alat kesenian tradisional (gamelan), berbagai jenis topeng yang dipakai dalam berbagai kesenian tradisional dari beberapa daerah, lalu benda-benda peninggalan sang pendiri museum, Von Faber, seperti sepeda, radio, gramophone, alat music arkodeon, dll.

    Di sebelah galeri Von Faber, terdapat ruang ilmiah. Berbagai foto ilmuwan, seperti Archimedes, Galileo Galilei, Blaise Pascal, dll. Lalu ada juga informasi sejarah perkembangan dunia dari jaman Arkaeikum sampai ke jaman Mesozoikum. Terus, ada juga kaca seribu wajah, dimana saat saya bercermin ada sekian banyak bayangan yang muncul.

    Dari sekian koleksi museum, yang paling membuat saya ternganga-ngaga adalah hiasan Garudaya. Hiasan ini terbuat dari emas 22 karat dengan berat keseluruhan I kg lebih. Diduga benda ini meripakan peninggalan dari abad XII di jaman Raja Airlangga. Jelas, benda ini sangat berharga banget, itu sebabnya benda itu disimpan di sebuah ruangan yang berjeruji. Di ruangan yang sama, juga dipamerkan berbagai koleksi perhiasan emas baik kalung maupun gelang dari jaman kerajaan dulu.

  15. Museum Keraton Kasepuhan Cirebon

    Ada 2 museum yang terdapat di kawasan keraton Kasepuhan Cirebon ini, yaitu Museum Benda Kuna dan Museum Singa Barong. Bangunannya tidak terlalu luas dan koleksinya juga tidak terlalu banyak.

    Koleksi benda-benda Museum Benda Kuno, diantaranya berbagai jenis gamelan tradisional, senjata tombak, baju logam dari Portugis, keramik dari China, ukir-ukiran hiasan dinding, bedil, dll.

    Sementara museum lainnya dinamakan Museum Kereta Singa Barong, karena memang di museum itu menyimpan Kereta Singa Barong yang dibuat pada tahun 1549. Meskipun dibuat di tahun itu, kereta ini sudah memiliki tehnologi yang cukup canggih. Bahkan sudah power streing segala.

    Kereta Singa Barong perwujudan dari tiga binatang menjadi satu. Satu, Belalai Gajah, melambangkan persahabatan dengan India yang beragama Hindu. Dua, Kepala Naga melambangkan persahabatan dengan Cina yang beragama Budha. Tiga, sayap dan badan mengambil dari Buroq melambangkan persahabatan dengan mesir yang beragama Islam. Dan keakraban ketiga kebudayaan itu dilambangkan dengan trisula.

    Di museum ini, selain Kereta singa Barong, ada beberapa koleksi lainnya di antaranya: Tandu Garuda Mina yang berfungsi untuk mengarak anak yang mau dikhitan, pedang dari Portugis dan Belanda, dua buah Meriam dari Mongolia tahun 1424, yang berbentuk naga.

  16. Museum Perundingan Linggarjati, Kuningan Jawa Barat

    Museum linggarjati merupakan saksi perjuangan bangsa Indonesia dalam berdiplomasi untuk mencapai kemerdekaan Indonesia sehingga menghasillkan perjanjian linggarjati untuk mengakhiri perselisihan antara pemerintah Republik Indonesia dengan pemerintah Belanda dimana pemerintah Inggris berlaku sebagai penengah.

    Museum ini merupakan bangunan rumah besar satu lantai bergaya kolonial Belanda yang terdiri dari beberapa ruangan. Ruangan-ruangan itu antara lain: ruang makan, kamar mandi, beberapa ruang tidur, ruang tamu dan ruang tengah.

    Di ruang tamu terdapat meja kursi yang masih aseli. Juga patung-patung yang menggambarkan perundingan Linggarjati. Sementara di ruang tengah, ruangan yang paling luas dari museum inilah yang digunakan sebagai ruangan perundingan yang menghasilkan perjanjian Linggarjati. Ruangan ini masih seperti aslinya dahulu baik perabot, meja dan kursi dari kayu, lampu gantung kuno, jendela, laci, semuanya belum ada yang berubah.

Itulah pengalaman saya mengunjungi berbagai museum dari berbagai daerah di negeri kita ini. Anda punya kesan dan pengalaman lain saat mengunjungi museum?

Writer. Lecturer. Travel Blogger. Broadcaster

Related Posts